"Perkembangan terakhir ini hanya menyoroti masalah yang terus-menerus dihadapi Indonesia terhadap Tiongkok, yang menolak untuk mengalah pada klaim “irredentist” (hak bersejarah) di Laut China Selatan, berdasarkan sembilan garis putus-putus, yang telah dibatalkan dalam penghargaan 2016," ujar Collin Koh.
Collin Koh mengacu pula pada putusan pengadilan internasional di Den Haag yang menentang klaim teritorial Tiongkok di Kepulauan Natuna.
Ia pun menggambarkan Tiongkok sebagai pihak 'agresif' dalam peristiwa tersebut meskipun pertikaian terakhir (dekat Natuna).
Disisi lain Ian Storey juga menyatakan bahwa Indonesia dinilai telah menunjukan sikap 'tegas' terhadap klaim Laut China Selatan.
"Penggugat Asia Tenggara lainnya (terhadap Tiongkok) sebaiknya mengikuti “cara” yang dilakukan Indonesia untuk menunjukkan kepada Beijing bahwa mereka sepenuhnya menolak apa yang disebut 'irredentist/hak bersejarah' dalam garis sembilan putus. Sebagaimana putusan pengadilan arbitrase 2016, 'hak bersejarah' itu tidak sejalan dengan hukum internasional," ujar Storey.(***)