Arti dan Makna Banyu Pinaruh: Melukat untuk Memulai Kembali Pikiran yang Jernih

- 27 Agustus 2021, 16:46 WIB
Umat Hindu melukat untuk membersihkan jiwa pada saat Banyu Pinaruh atau sehari setelah hari Suci Saraswati.
Umat Hindu melukat untuk membersihkan jiwa pada saat Banyu Pinaruh atau sehari setelah hari Suci Saraswati. /Instagram @melukat_info

INDOBALINEWS – Sehari setelah Hari Suci Saraswati, umat Hindu melaksanakan pengelukatan ke sumber mata air baik itu pantai atau sungai yang menjadi sumber mata air.

Banyu Pinaruh jatuh pada Redite Paing Sinta atau bertepatan dengan Minggu, 29 Agustus 2021, merupakan hari pertama pada siklus kehidupan berdasarkan kalendar Hindu Bali. 

Ida Bagus Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si., dosen Program Studi Pendidikan Agama, Fakultas Pendidikan, Universitas Hindu Indonesia Denpasar mengatakan Banyu Pinaruh berasal dari kata banyu yang berarti air (sumber kehidupan) dan pinaruh dari kata pangeweruh (pengetahuan).

Baca Juga: Hari Saraswati: Memaknai Hari Turunnya Ilmu Pengetahuan dan Penajaman Pikiran

Secara filosofi bermakna membersihkan atau menyucikan diri dengan air ilmu pengetahuan, karena memang pikiran yang kotor atau kegelapan hanya bisa dibersihkan dengan pengetahuan suci.

Masyarakat Hindu Bali, pada siklus pertama ini melakukan penyucian diri, hari yang sangat istimewa dan memiliki makna religius yang sangat tinggi.

“Banyu Pinaruh dimulai saat pagi hari sebelum mengawali berbagai kegiatan, umat Hindu datang ke sumber mata air atau pantai untuk melaksanakan ritual pembersihan diri atau melukat,” kata Ida Bagus Purwa Sidemen kepada Indobalinews pada Jumat, 27 Agustus 2021.

Kata dia mengawali perjalanan hidup dengan berpengetahuan memerlukan kesiapan mental dan ditandai dengan penyucian atau pembersihan diri.

Baca Juga: Hari Saraswati: Mengenal Silsilah Dewi Pengetahuan yang Diperingati Umat Hindu di Bali

Penyucian diri saat Banyu Pinaruh adalah langkah awal untuk bersiap menerima ajaran dharma (kebenaran), mencari ajaran dharma, dan melaksanakan ajaran dharma.

“Tanpa niat yang baik, tanpa dibekali perbuatan berbudi luhur, maka diri tidak akan bersih atau suci dan pengetahuan dharma (kebenaran) akan sulit meresap pada diri manusia,” ujar Ida Bagus Purwa Sidemen.

Dia menyebut Banyu Pinaruh mengajarkan umat untuk menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat sehingga hidup di dunia ini tidak menjadi sia-sia.

“Sepanjang memiliki niat untuk mengisi diri, ilmu pengetahuan tersebar luas dan bisa dipelajari sepanjang masa,” ujarnya.

Baca Juga: Covid 19 Dapat Merusak Paru Paru Secara Perlahan: Simak Informasinya

Kata dia manusia masih memiliki tugas banyak yang harus dipelajari, diketahui dan dilaksanakan.

Manusia yang tidak bersih (suci diri), tidak mengisi diri dengan ilmu pengetahun adalah manusia tiada berguna. 

Ida Bagus Purwa Sidemen mengingatkan agar kita mengisi diri dengan pengetahuan dan persiapkan diri dengan bersih dan suci untuk menerima pengetahuan agar bersemayam dengan baik pada diri kita dan menjadikannya panduan dan sesuluh jalan hidup di dunia ini.

“Jangan menjadi manusia yang terlahir hanya untuk menunggu kematian. Jangan sekali-sekali menjadi manusia bodoh dan menyia-nyiakan kesempatan belajar, karena terlahir manjadi manusia adalah yang utama, menjadi makhluk yang memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan menolong dirinya sendiri,” katanya.

Baca Juga: 300 Paket Sembako dari BI Bali, Bantu Wartawan di Masa Pandemi

Walaupun dalam melaksanakan ritual agama dan kitab suci menyuratkan simbolis penyucian diri dengan membersihkan diri pada tempat suci berupa pusat sumber mata air dan pantai, namun harus tetap ingat bahwa manusia diberikan kelebihan dari makhluk lain yakni akal dan pikiran serta sikap bijak dalam menghadapi suatu hal (wiweka).

Ini jugalah yang harus kita pergunakan, berpikir dengan berbagai pertimbangan demi keselamatan diri sendiri dari wabah penyakit dan juga bagi masyarakat lainnya.

Ida Bagus Purwa Sidemen menjelaskan para leluhur terdahulu telah mewariskan adat istiadat serta pelaksnaaan kegiatan ritual keagamaan agar umat Hindu tetap memperhatikan keseimbangan dan harmonisasi serta tanggungjawab kepada alam semesta.

Dalam Kitab Manawa Dharmasastra (Manu Dharmasastra), tersurat sebagai berikut:

Adbhir gatrani suddhyanti manah satyena suddhyati, vidyatapobhyam bhutatma budhhir jnanena suddhyati.

Artinya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran dan kejujuran (satya), jiwa manusia (atman) dibersihkan dengan ilmu pengetahuan suci dan tapa brata, kecerdasan (budhi) disucikan dengan pengetahuan yang benar (jnana).

“Selain suci dalam diri, sucikan jiwa melalui tapa brata, kita juga hendaknya tetap cerdas berdasarkan pengetahuan yang benar. Semoga alam semesta ini senantiasa memberikan kesejukan dan kedamaian,” tutur Ida Bagus Purwa Sidemen.***

Editor: M. Jagaddhita


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x