Kalau sampai terjadi pengosongan seperti ancamani PT. EST kepada AMAQ MENJAN tanpa didahului oleh proses dan prosedur hukum, menurutnya, maka di pastikan ini adalah tindakan bar-bar yang dapat di kwalifikasikan sebagai tindakan pemaksaan kehendak tanpa proses hukum dan keadilan (due process of law).
Tindakan itu, terangnya, bukan saja mengaburkan subtansi hukumnya terutama berkenaan dengan pertanyaan masyarakat termasuk kliennya.
Baca Juga: Seorang ABK Asal Bogor Terjatuh dari Kapal di Perairan Uluwatu
Mengenai dasar pemberian SHGB dan perpanjangannya kepada PT. EST yang menurutnya patut diduga terbit dan di perpanjang tanpa proses dan prosedur seharusnya yang memiliki kecendrungan merusak tatanan hukum dan cita-cita demokrasi.
"Kami patut pertanyakan legalitas pemberian SHGB yang dimiliki oleh perusahaan," katanya.
Baca Juga: Arya Wedakarna Atensi Petisi Basmi Suara Canggu Lebih Parah dari Gempa
Alasannya, lanjut Majid, selama kurang lebih 30 tahun lamanya sejak memegang ijin HGB, apa yang pernah dilakukan PT EST ini.
"Parahnya, saya juga mendengar PT EST masih melakukan pembayaran hingga saat ini, dan itu justeru pada areal yang masuk dalam SHGB yang dikuasainya," tandas Abdul Majid.
Lebih lanjut Majid menyarankan kepada PT.EST, agar tidak melakukan tindakan diluar hukum dan mempercayakan proses penyelesaian sengketa secara bermartabat.