Situasi ini, kata dia, harus diubah utamanya oleh kalangan anak muda sebagai pewaris masa depan bumi. Kalangan ini juga mempunyai tempat yang strategis karena menjadi kelompok pemilih terbesar pada Pemilu 2024 nanti.
“Adapun jurnalis diharapkan menjembatani suara mereka dan warga masyarakat lainnya agar pembicaraan tentang krisis iklim selalu melibatkan publik,” tegasnya.
Baca Juga: Diangkat dari Kisah Nyata, Film Sayap-Sayap Patah Pengingat Bahaya Terorisme
Diah Pramesti yang mewakili kalangan muda sebagai pembicara dalam acara ini menegaskan, krisis iklim harus disikapi dengan kritis khususnya dalam melihat peran perusahaan-perusahaan besar yang menyebabkan krisis iklim.
“Jangan sampai masalahnya dialihkan sebagai masalah individual kemudian tanggungjawabnya dialihkan sebagai masalah perorangan juga,” tegas aktivis dari Idep Foundation ini.
Menurutnya, perubahan perilaku dalam beradaptasi dan melakukan mitigasi krisis iklim memang perlu dilakukan. Tetapi sorotan terhadap kebijakan pemerintah dalam mengatur industri perusak lingkungan juga harus terus ditingkatkan.
Baca Juga: RS Unud Usung Beragam Inovasi di Usia Ke4, Komitmen Melayani Seluruh Lapisan Masyarakat
Aktivis dari Yayasan Konservasi Indonesia Made Iwan Dewantama menyatakan, dalam kondisi Bali saat ini, publik tidak boleh terlena dengan jargon-jargon tanpa tindakan yang kongkrit.
“Karena Bali ini selalu menjadi tuan rumah untuk konferensi internasional terkait lingkungan, termasuk KTT G20 yang saat ini tengah dipersiapkan,” katanya.
Di sisi lain, pengembangan pariwisata massal dengan berbagai proyek infrastrukturnya justru mengancam kelestarian lingkungan karena meningkatkan alih fungsi lahan, menyedot air tanah bahkan mengancam lahan mangrove.