Sujana Kenyem mengatakan berkarya di galeri memberikan sensasi yang berbeda dengan melukis di rumah atau di studio sendiri.
Berkarya di ‘living gallery’ memerlukan spontanitas dan respons atas segala inspirasi yang tiba-tiba datang. Ia menstimulasi dirinya untuk bereaksi cepat mengeksplorasi warna yang diterkan di atas 24 kanvas secara silmultan.
Menjadikan kanvas sebagai ladang membuat Kenyem yang sejak kecil dibesarkan di kawasan seni dan agraris ini menempatkan proses berkarya seperti halnya rutinitas petani di sawah atau kebun mulai dari mencangkul menyiapkan lahan, menanam, mengairi, memupuk, merawat, hingga memanen.
Setelah menyelesaikan warna dasar dan membuat garis besar pola, ia bebas menuruti kata hati untuk merawat ladang-ladangnya. Saat itulah ia tertantang melakukan improvisasi agar dapat ‘menyuburkan’ seluruh ladang garapan.
Baca Juga: Pascaserangan 11 September 2001, Derita Muslim Amerika: Dirundung hingga Jadi Target Komentar Rasis
Pengaruh alam lingkungan yang kerap mewarnai karya Kenyem tetap kentara dalam lukisan akhir dari kegiatan ini. Ia yakin alam terkembang jadi guru, yang ia maknai sebagai inspirasi yang tak pernah habis untuk digali. Baginya, alam menjadi pawisik sejati.
Kenyem memang konsisten mengusung tema-tema alam, bahkan dalam karya abstrak yang ia tekuni juga diilhami dari imaji alam seperti rerajah dedaunan, kulit pohon, pelapukan kayu, irisan tanah, lumut, lelehan lava, dan berbagai rupa semesta lainnya.
Kenyem pameran pertama kali pada 1992 di Art Center Denpasar. Setelah lulus dari STSI (kini ISI) Denpasar pada 1998 telah belasan kali pameran tunggal di Nalita Gallery, Stockholm, Swedia (1996), D'Peak Art Space, Singapura (2009), Kelana Jaya, Selangor, Malaysia (2013).
Sedangkan pameran bersama antara lain Beijing International Art Biennale, China (2010); Mac Art Museum, Daebudo, South Korea (2016). Kenyem juga membangun jejaring dengan sejumlah perupa di kawasan Asia.