Penerapan Kendaraan Listrik Diprediksi Tekan Karbondioksisa Transportasi 59 Persen

28 April 2021, 05:07 WIB
Mobil listrik bakal mengatasi problem polusi udara yang diakibatkan kemacetan kendaraan yang menggunakan BBM seperti ini. /kabar-priangan.com/Aris MF/

INDOBALINEWS – Penerapan kendaraan listrik secara massal sepertinya bakal menemui jalan lempang menyusul banyaknya perusahaan berlomba-lomba menyajikan teknologi terkini.

Adopsi kendaraan listrik ini diprediksi menurunkan karbondioksida transportasi mencapai 59 persen pada 2030, sehingga nol karbon bersih atau net zero emission berpotensi diterapkan pada 2045 atau selambatnya 2050.

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan adopsi baterai kendaraan listrik untuk kendaraan rendah emisi karbon bisa mendatangkan manfaat ekonomi senilai Rp9.603 triliun pada 2030.

Baca Juga: IIMS 2021 Bukukan Transaksi Rp1,12 Triliun, Berlangsung Hingga Hari Ini

"Itu memosisikan Indonesia lepas dari ketergantungan impor kendaraan. Kalau pun tidak lepas, maka setidaknya kita bisa naik kelas menjadi produsen kendaraan bermotor," katanya dalam diskusi daring Peluang Ekonomi Pasc-Leaders Summit on Climate, Selasa 27 April 2021, dikutip dari Antaranews.

Dia merinci angka tersebut berasal dari penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran lingkungan sebesar Rp3.468 triliun, penghematan biaya produksi senilai Rp545 triliun, dan penghematan energi mencapai Rp5.590 triliun.

Dia menambahkan kebijakan kendaraan listrik tidak harus melarang kendaraan bermesin pembakaran dalam (ICE), tetapi hanya menetapkan standar ekonomi bahan bakar yang berlaku universal.

Baca Juga: Penyeberangan Ro-Ro Ketapang ke Lombok Kurangi Kepadatan Lalu Lintas Darat Gilimanuk hingga Padangbai

Berbagai teknologi boleh diproduksi dengan catatan emisi karbon tidak lebih dari 118 gram per kilometer pada 2020 dan tidak lebih dari 85 gram per kilometer pada 2025.

Sejak 1970, lanjut Safrudin, Indonesia masih dijanjikan transfer of technology tetapi tidak kunjung terjadi, maka Indonesia sudah selayaknya merebut momentum kendaraan rendah emisi karbon.

Apalagi Indonesia memiliki ketersediaan nikel, kobal, dan logam tanah jarang yang bisa dijadikan raw material untuk membuat baterai kendaraan listrik.

Baca Juga: 19 Ruas Tol Baru Sepanjang 427 Kilometer Bakal Rampung Akhir 2021

"Semoga ini bisa memberikan gambaran kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang galau karena cenderung menuruti apa yang diinginkan oleh oligarki," ujarnya.

Ekonom senior Faisal Basri mengatakan negara-negara yang paling siap dengan produk rendah karbon akan mendominasi perdagangan internasional di masa depan.

Sedangkan negara yang menghasilkan produk tinggi karbon, seperti Indonesia akan mendapatkan pelarangan ekspor yang bisa berdampak buruk terhadap perekonomian.

"Orang lain sudah hijrah total, sehingga nanti produk Indonesia akan di-ban. Nanti kita marah lagi, kita dijajah dunia, kita didikte tidak berdaulat... yang ada ini kedaulatan global," katanya.***

Editor: M. Jagaddhita

Sumber: Antaranews

Tags

Terkini

Terpopuler