Tokoh yang akrab disapa Kang Emil itu menambahkan bahwa orang yang berjiwa besar selalu membicarakan gagasan dan lain halnya mereka yang berjiwa kerdil bisanya membicarakan gosip.
“Orang berjiwa besar bicarakan gagasan, orang berjiwa kerdil bicarakan/gosipkan orang,” tulis Ridwan Kamil.
Dia pun mengandaikan jika kita berada di jalan raya dan harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas.
“Seperti berlalulintas kita pun dibatasi di lampu setopan, kebebasan ekspresi pun dibatasi oleh nilai ‘kesepakatan budaya dan kearifan lokal’. Itulah kenapa isu ‘mural kritik’ kelihatannya hari ini masih berada di ruang abu-abu,” tuturnya.
Baca Juga: Polemik Mural ‘404 Not Found’, Mochtar Ngabalin: Presiden Jokowi Tak Ada Masalah
Ridwal Kamil berpendapat jika belum ada kesepahaman, maka tafsir boleh atau tidak boleh akan selalu menyertai perjalanan dialektika ‘ini kritik atau hinaan’ dalam perjalanan demokrasi bangsa ini.
“Dalam perspektif saya, mural adalah seni ruang publik yang ‘temporer’. Ada umurnya,” tegas Ridwan Kamil yang juga seorang arsitek itu.
Dia pun berharap pelaku mural harus paham dan jangan bawa perasaan (baper) jika karyanya suatu hari akan hilang.
“Apalagi tanpa izin pemilik tembok. Bisa pudar tersapu hujan, dihapus aparat ataupun hilang ditimpa pemural lainnya.” katanya.
Di ujung unggahannya, Ridwan Kamil mengajak siapa saja untuk menghidupkan ruang dialektika.