Arief Poyuono Dukung UU Ciptaker: Tunjukkan Bagian Mana UU Ciptaker yang Merugikan Pekerja!

- 10 Oktober 2020, 17:19 WIB
Arief Poyuono
Arief Poyuono /Twitter @BUMNbersatu

INDOBALINEWS - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono tantang semua pihak yang kontra untuk menunjukkan bagian dari UU Ciptaker yang dianggap dapat merugikan para pekerja.

Poyuono menyoroti PHK atas PKWT di sebuah BUMN yang tidak mendapatkan kompensasi karena masih belum menggunakan UU Cipteker yang baru ini.

Dengan adanya UU Ciptaker ini menurut Poyuono, dianggap lebih menguntungkan pekerja, karena setelah selesai masa PKWT nya, pekerja akan mendapatkankan kompensasi.

"Coba tunjukkan mana dari UU Ciptaker yang ngerugiin kaum buruh," tegasnya dalam keterangan pers yang diterima RRI.co.id, Sabtu (10/10/2020).

Baca Juga: Kondom Rasa Rendang, Bawang Putih hingga Whisky Memberi Keseruan Tersendiri

Lebih lanjut Poyuono menegaskan, adanya Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) justru akan berimbas positif bagi para pekerja, atau kaum buruh.

Maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), dikabarkan merumahkan sementara waktu 800 karyawannya dengan status tenaga kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama 3 bulan terhitung sejak 14 Mei 2020 lalu.

PT Garuda Indonesia Tbk, nantinya akan menyelesaikan lebih awal kontrak kerja dari masa kontrak yang berlaku dengan tetap membayarkan kewajiban sesuai dengan kontrak tersebut. 

Baca Juga: Kompor Meledak Saat Orang Tempe di Cilincing, Akibatkan Empat Rumah Hangus Terbakar

Terkait itu, Poyuono menyatakan bahwa PKWT Garuda yang dinyatakan di PHK tidak dapat kompensasi itu belum memakai UU Ciptaker. 

"Nah sekarang PKWT selesai masa kerjanya atau PHK perusahaan harus berikan kompensasi pada pekerja PKWT," tegasnya.

Poyuono menduga, praktek semacam ini selalu dilakukan oleh perusahaan. Dimana pegawai outsourcing seperti di BUMN setiap tiga tahun selalu mengganti perusahaan jasa outsourcing. Hal tersebut bertujuan agar perusahaan tidak membayar pesangon kepada pekerja outsourcing. 

Baca Juga: Sandra Dewi Berbagi Tips Tetap Cantik Selama Pandemi

"Nantinya perusahaan tersebut akan menghilangkan jejak masa kerja para pekerja outsourcing tujuannya agar tidak membayar fasilitas untuk status pekerja tetap," paparnya.

Poyuono juga memberikan sebuah contoh penjelasan mengenai proses jasa outsourcing yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan UU Ciptaker.

"Contoh Mamat bekerja di perusahaan outsourcing dengan kontrak PKWT sebagai tenaga satpam di sebuah perusahaan konstruksi yang sedang membangun 2 blok apartemen mewah di Jakarta. Mamat dipekerjakan selama masa pembangunan selesai yang diperkirakan memakan waktu 2 tahun," jelasnya kembali.

Baca Juga: Nikita Mirzani Mau Datangkan ‘Tante Lala’ Buat Puan Maharani Karena Matikan Mikrofon

Setelah 2 tahun, kontrak pegawai tersebut putus, beberapa bulan kemudian, perusahaan outsourcing kembali merekrutnya sebagai karyawan tetap (PKWTT) untuk dipekerjakan di perusahaan jasa keuangan yang membutuhkan tenaga keamanan di kantor pusatnya. Maka, masa kerja pegawai tersebut nantinya sebagai satpam dihitung sejak ia meneken kontrak PKWTT tersebut.

"Nah dengan UU Ciptaker maka masa kerja mamat tetap berlaku sejak sebagai berstatus PKWT yang bekerja di proyek. Kan jelas ini menguntungkan mamat sebagai pekerja alih daya. Dan mamat punya kesempatan menjadi tenaga kerja tetap nantinya," jelasnya.

Baca Juga: Awas! Virus Corona Dapat Menyebar di Udara Sejauh 1,8 meter, Ini Rekomendasi CDC

Perlu diketahui, masa kerja pekerja outsourcing bergantung pada jenis kontrak yang disepakati bersama perusahaan alih daya yang merekrut mereka. Hanya saja yang didasarkan pada Pasal 65 dan 66 jo pasal 59 UU No 13/2003 sudah tidak berlaku lagi dengan adanya UU Ciptaker dimana UU No 13 tahun 2003 banyak merugikan pekerja outsourcing yang menjadikan buruh sebagai bentuk perbudakan. 

Dilansir dari RRI, dari internal perusahaan menyebutkan bahwa saat ini jumlah pilot dengan status hubungan kerja waktu tertentu di Garuda saat ini berjumlah 135 orang.

Baca Juga: Triwulan Ketiga 2020 Penumpang Bandara Bali turun 70% Dibanding 2019

"Keputusan Direktur Utama untuk pemutusan hubungan kerja Pilot adalah yang berstatus pegawai kontrak bukan pegawai tetap. Total Pilot Pegawai kontrak yang ada di Garuda kalau saya tidak salah 135 orang," kata sumber tersebut, Selasa (2/6/2020).

Namun demikian, belum jelas berapa jumlah pasti pilot yang diputus kontraknya ini oleh perusahaan. Dia menyebutkan, diperkirakan penghentian pilot ini dilakukan secara bertahap oleh perusahaan. 

Ia mengatakan program pengurangan itu juga memungkinkan perseroan untuk mengurangi biaya tunai mingguan yang diperlukan untuk menjalankan operasi menjadi sekitar US$ 46 juta atau Rp 685 miliar.(***)



Editor: Rudolf

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x