TSB Gugat UU Pendidikan Tinggi ke MK, Ini Alasannya!

- 25 September 2023, 20:37 WIB
Ilustrasi Universitas Terbuka buka pendaftaran. Seorang wisudawan saat mengulirkan kertas putih.
Ilustrasi Universitas Terbuka buka pendaftaran. Seorang wisudawan saat mengulirkan kertas putih. /Pexels / GUL ISK./

INDOBALINEWS - Penghargaan dan penghasilan Dosen di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia sejauh ini belum setara. Ada kesan ketidakadilan, sementara profesi dosen sangat bernilai di dunia pendidikan tinggi.

Berangkat dari situ, kata salah seorang dosen kampus swasta, dr. Teguh Satya Bhakti SH. MH.(TSB), kita menggugat Undang-Undang Pendidikan Tinggi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita berharap,kalau soal gaji, tidak ada perbedaan antara swasta dan negeri," katanya, seperti rilis yang diterim indobalinews.com, Senin, 25 September 2023.

Baca Juga: PHRI Sebut Retribusi Rp 150 Ribu untuk Turis Asing Senilai Paket Hamburger, 'Kecil Sekali'

Berkas gugatan yang kita diajukan, sebutnya, kita sudsh melalui Kuasa Hukumnya dari VST & Partners.

"Hari ini kami dari VST and Partners selaku kuasa hukum dari Dr Teguh Satya Bhakti SH MH telah mendaftarkan secara online permohonan pengujian materiil atas Pasal 70 ayat (3) dan Pasal 89 ayat (1) huruf b UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi ke Mahkamah Konstitusi," kata kuasa hukum TSB, Viktor Santoso Tandiasa SH MH.

Selain Viktor Santoso Sandiasa, turut bertindak sebagai kuasa hukum pemohon dalam gugatan itu antara lain Harseto Setyadi Rajah, Rustina Haryati, dan Nur Rizqi Khafifah.

Baca Juga: Viral, Kebakaran Bukit di Kawasan Hutan Lindung di Bali, Penyebabnya Belum Diketahui

Viktor mengungkapkan, alasan TSB melalukan gugatan yudisial review UU Dikti ke MK, antara lain karena terjadinya perlakuan yang berbeda terhadap dalam lingkup profesi dosen.

Di mana sebagai dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS), pengaturan upah mengikuti besaran UMK dan UU Ketenagakerjaan. Hal itu berbeda-beda penetapan besaran gaji pokoknya di setiap daerah. Sementara terhadap dosen pada PTN memiliki pengaturan terhadap besaran upah yang sama dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2019 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.

"Artinya ada perlakuan yang tidak sama terhadap profesi dosen yang dialami oleh pemohon di mana sebagai dosen pada PTS menjadi tidak ada jaminan terhadap besaran upah yang sama di setiap daerah karena terhadap dosen swasta tidak memiliki aturan yang seragam sebagaimana aturan terhadap dosen PNS sebagaimana diatur pada PP 15/2019," kata Viktor.

Baca Juga: Hikmah Kisah Maryam dan Nabi Zakaria AS Ditilik oleh Ustadz Adi Hidayat Lc MA

Viktor menjelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam suatu bangsa. Karena pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan ini merupakan salah satu tujuan dan cita-cita dari bangsa Indonesia, yang telah tercantum dalam alinea ke-empat pembukaan UUD 1945.

"Untuk mewujudkan dari cita-cita bangsa ini, maka pemerintah dapat menjalankannya dengan membuat peraturan untuk mengatur pengelolaan, penyelengaraan pendidikan, selain itu masyarakat juga mempunyai kewajiban yang dapat diterapkan melalui pendirian dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta," kata Viktor.

Namun menurutnya, Pasal 70 ayat (3) UU 12/2012 yang menyebutkan bahwa Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan gaji pokok serta tunjangan kepada Dosen dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Semangat Juang Timnas U-24 Indonesia: Lolos ke 16 Besar Asian Games 2022 Meski Kalah dari Korea Utara

"Ketentuan ini tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum yang adil karna tidak dapat menjamin pemberian gaji pokok serta tunjangan oleh badan penyelenggara kepada dosen dan tenaga kependidikan dapat dipenuhi secara layak dan optimal," urai Viktor.

Selain itu Pasal 89 ayat (1) huruf b UU 12/2012 yang berbunyi bahwa Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dialokasikan untuk PTS, sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan.

Baca Juga: Misteri Tewasnya Pengawal Kapolda Kaltara, Kapolri Janji Usut Transparan, Manfaatkan Scientific Crime

Menurut Viktor, ketentuan dalam Pasal 89 ini juga tidak memberikan kepastian hukum yang adil atas terpenuhinya kesetaraan hak berupa gaji pokok bagi dosen dan tenaga kependidikan pada PTN dengan dosen dan tenaga kependidikan pada PTS.

Padahal menurut dia, beberapa peraturan tidak terlihat hal-hal yang membedakan antara PTN dan PTS, seperti dalam UU No 14 Tahun 2005 Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,
UU Nomor 14 Tahun 2005 tidak membedakan definisi antara dosen pada PTN dengan dosen pada PTS.

Baca Juga: Jokowi Apreasi dan Ucapkan Terima Kasih Kepada Petani Indonesia, Stok Beras 2 Juta Ton Bulan Ini

Begitu pun dalam Pasal 72 UU No.12 Tahun 2012 tidak membedakan antara dosen PTN dengan dosen PTS dari segi jenjang akademik. Selain itu dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b UU 12/2012, penjelasannya juga tidak membedakan definisi antara tenaga kependidikan pada PTN dengan tenaga kependidikan pada PTS. Yaitu hanya menyebutkan 'tenaga kependidikan' adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan Pendidikan Tinggi antara lain, pustakawan, tenaga administrasi, laboran dan teknisi, serta pranata teknik informasi.

"Maka dapat dilihat bahwa tidak ada aturan yang membedakan antara PTN dengan PTS yang signifikan, namun perbedaan antara PTN dengan PTS hanya terlihat pada konteks pendirian dan/atau penyelenggaranya saja," ungkap Viktor.

Baca Juga: Liga 1: Persija Jakarta Ditahan Imbang Bali United, Thomas Doll Sorot Kepemimpinan Wasit

Maka antara PTN dan PTS seharusnya tidak mengeliminasi kewajiban negara (pemerintah) sebagai pemangku kewajiban dalam penyelenggaraan pendidikan yang diamanatkan oleh konstitusi.

Viktor mengungkapkan, saat ini Gaji Pokok serta Tunjangan kepada dosen PTS sebagai tenaga profesional dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia, tidak mencerminkan amanat Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Baca Juga: Kecelakaan Beruntun Exit Tol Bawen Semarang, Polisi Operasikan Alat 3D Laser Scanner

Karena itu, penggugat meminta MK menyatakan Pasal 70 ayat (3) UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa "sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "Yang dananya bersumber dari dana Pendidikan Tinggi yang disubsidi oleh pemerintah kepada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat".

"Menyatakan Pasal 89 ayat (1) huruf b UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa 'sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan' bertentangan dengan UU 1945 sepanjang tidak dimaknai 'sebagai bantuan biaya gaji pokok Dosen, tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan'," tegas Viktor. ***

Editor: Shira Ade


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah