INDOBALINEWS – Tujuh belas tahun silam 10 seniman berikrar dalam satu wadah Ten Fine Art untuk menyokong proses berkarya, serta pergulatan gagasan dan aktivitas kreatif mereka.
Kesepuluh seniman tersebut adalah Made “Dolar” Astawa, Wayan “Apel” Hendrawan, Wayan Paramarta, Ida Bagus Putu Purwa, Wayan “Anyon” Muliastra, Ketut Teja Astawa, Made Romi Sukadana, A.A Ngurah Paramarta, Made Budiadnyana, dan Vinsensius Dedi Reru.
Memperingati momentum 17 tahun kebersamaan, ke-10 seniman menggelar pameran bersama di Gedung Dharma Negara Alaya, Denpasar dengan menampilkan 28 karya terdiri lukisan dan patung babi.
Baca Juga: Jaksa Agung Instruksikan Jajarannya Gunakan Dakwaaan Tindak Pidana Pencucian Uang
Pecinta seni yang juga nggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengatakan karya 10 seniman ini memiliki perbedaan karakteristik, tapi kehadiran mereka dalam kelompok Ten Fine Art berlandaskan kesamaan ideologi dalam berkesenian.
“Hanya kesadaran dan kebutuhan untuk menjaga komitmen kebersamaanlah yang menautkan mereka dalam sebuah kelompok. Kesadaran yang tetap mereka rawat hingga kini memasuki usia ke 17 tahun kehadiran mereka sebagai sebuah kelompok,” katanya saat membuka pameran tersebut, Kamis 9 Desember 2021 malam.
Kata Rieke dalam peringatan 17 tahun kebersamaan, kesepuluh seniman itu masih menunjukkan kekompakan dan soliditas kelompok.
“Semoga hal ini dapat menginspirasi kita semua untuk selalu mengaktualisasi nilai-nilai kolektivitas dan kegotongroyongan dalam hidup ini,” kata Rieke.
Penulis seni I Made Susanta Dwitanaya dalam pengantar katalog mengatakan kebersamaanlah nyang mengikat 10 seniman ini dengan satu ideologi artistik tertentu dalam kekaryaan mereka, karena secara artistik masing-masing menampilkan keragaman gagasan, teknik, dan lain sebagainya.
“Praktis hanya spirit kebersamaan itu yang mendorong mereka secara sadar untuk berkolektif. Kebersamaan mungkin sebuah kata yang terdengar sederhana karena telah menjadi keseharian kita sebagai masyarakat komunal,” ujarnya.
Dia menambahkan sejak baru lahir kita sudah akrab dengan nilai nilai kegotongroyongan dengan penamaan praktik komunal tersebut, di Bali misalnya dikenal dengan spirit menyama braya, bebanjaran, spirit tersebut tak jarang mewadah dalam sebuah kelompok kelompok yang didorong oleh kesamaan visi, minat
bahkan profesi praktik ini dikenal dengan istilah sekehe atau kelompok yang bersifat informal, cair, terkadang tanpa struktur organisasi yang baku.
Spirit tersebut melandasi dan diaktualisasi oleh kelompok Ten Fine Art dalam konteks berkesenian sehingga mereka masih setia merawat kebersamaan sebuah kelompok di tengah pergulatan mereka dengan seni otonom yang mempribadi dan mereka geluti hingga kini mereka sudah memasuki 17 tahun masa kebersamaan sebagai sebuah kelompok.
Baca Juga: Shopee 12.12 Birthday Sale TV Show Hadirkan TOMORROW X TOGETHER, Al & Andin, dan 3 Bintang Dangdut
Selain lukisan dua dimensi, pameran ini juga menajikan 10 patung babi yang menerjemahkan spirit kebersamaan kelompok Ten Fine Art untuk menghadirkan satu garapan karya kolektif.
Melalui aktivitas dan model karya bersama ini Ten Fine Art selain menerjemahkan makna dari kebersamaan yang menyatukan
mereka juga terlihat bagaimana mereka secara sadar mengelola ego personal sebagai perupa dengan memberikan ruang dan kemungkinan atas kerja kerja yang kolaboratif antar anggota kelompok mereka.
Tentang penggunaan patung babi, tentu, ke-10 seniman yang hidup sejak kecil di Bali paham akan simbol ini. Babi bisa dimaksani sebagai simbol kesuburan, pemelihara dll. Selain itu tubuhnya yang tambun dengan banyak susu dalam mitologi Bali, babi kerap hadir sebagai totem atau simbol dari spirit tertentu.
Baca Juga: 'Demokrasi Timur Berjaya': Jangan Lupakan Gagasan Membangun Bangsa yang Unggul
Made Susanta mengatakan dalam kakawin Bomantaka misalnya dijelaskan bagaimana dewa Wisnu menjelma sebagai seekor babi dan bertemu dengan dewi Pertiwi, ibu bumi keduanya bertemu smara (menikah) lalu lahirlah ciptaan Boma, sang putra bumi.
Dalam Waraha Purana juga dijelaskan bagaimana Dewa Wisnu menjelma menjadi Waraha Awatara yang berwujud manusia berkepala babi hutan yang bertugas menyelamatkan bumi yang ditenggelamkan raksasa Hiranyaksa di lautan kosmik.
Pameran berlangsung hingga 23 Desember 2021.***