Peristiwa Pelarangan Masker di Masjid Bekasi Melawan Semangat Moderasi Beragama

- 4 Mei 2021, 22:42 WIB
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro  membuka program KSP Mendengar dengan tema Moderasi Beragama dengan Momentum Bulan Suci Ramadhan secara daring dari Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa, 4 Mei 2021..
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro membuka program KSP Mendengar dengan tema Moderasi Beragama dengan Momentum Bulan Suci Ramadhan secara daring dari Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa, 4 Mei 2021.. /Dok. KSP

INDOBALINEWS – Peristiwa pelarangan jamaah memakai masker di masjid di Bekasi merupakan cara beragama yang melawan semangat moderasi beragama.

Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro berpendapat moderasi beragama menjadi sangat penting karena kecenderungan pengamalan agama berlebihan akan memunculkan pembenaran secara sepihak.

"Merajut toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan harus terus ditumbuhkembangkan," ujarnya saat membuka program KSP Mendengar dengan tema Moderasi Beragama dengan Momentum Bulan Suci Ramadhan secara daring dari Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa 4 Mei 2021.

Baca Juga: Amnesty International Indonesia Sebut Tes Wawasan Kebangsaan Ingatkan Litsus Masa Orba

Dia mencontohkan, peristiwa di Masjid Al Amana Bekasi  dimana pengurus tempat ibadah tersebut melarang jamaahnya menggunakan masker.

"Ini merupakan cara beragama yang melawan semangat moderasi beragama," tandasnya dalam siaran pers dikutip IndoBaliNews.

Padahal moderasi beragama merupakan penguatan dan upaya menjaga karakter moderat di dalam kehidupan masyarakat.

Baca Juga: Label Teroris untuk KKB Papua Menuai Kontroversi, Polri Belum Putuskan Kirim Densus 88

Dijelaskan Juri, moderasi beragama sebagai salah satu agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024, menjadi isu yang selalu dihadapi dalam menjaga Indonesia sebagai negara yang plural dengan banyak agama di dalamnya.

"Agama harus bisa menjadi perekat bangsa," katanya menegaskan.

Senada itu, moderasi beragama sebagai karakter keagamaan di Indonesia juga ditegaskan Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad.

Baca Juga: Tanda Tanda Malam Lailatul Qadar yang Begitu Dinantikan Umat Muslim 10 Hari Terakhir Ramadan

Rumadi menilai, moderasi beragama merupakan cara beragama yang tidak berlebihan, tidak terlalu jauh ke kanan atau jauh ke kiri. Sehingga, hal tersebut menjadi karakter penting yang berkembang di Indonesia sebagai negara dengan mayoritas umat muslim.

Kata Rumadi, moderasi beragama bukan hanya ditunjukkan bagi umat muslim saja.

“Semua agama, baik yang besar dan agama lokal yang tidak ditemuka di tempat lain, perlu mendapat perlindungan sebagai warga negara,” jelas dia

Baca Juga: Badung Targetkan Tahun 2021 Semua Puskesmas Siapkan Layanan Klinik Berhenti Merokok

Rumadi memaparkan setidaknya empat hal yang perlu diperkuat dalam moderasi beragama. Diantaranya melalui penguatan komitmen kebangsaan, penguatan toleransi, mengikis paham-paham keagamaan yang radikan.

Selain itu, membentuk cara beragama yang ramah tradisi. Penguatan-penguatan itu, kata Rumadi, tengah diperjuangkan melalui RPJMN 2020-2024.

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekjen Kemenag Nifasri mengungkapkan, agenda moderasi beragama dalam RPJMN 2020-2024 menjadi bagian dalam revolusi mental dan pembangunan kebudayaan.

Baca Juga: Badung Targetkan Tahun 2021 Semua Puskesmas Siapkan Layanan Klinik Berhenti Merokok

Pihaknya menyadari belum adanya regulasi yang luas dan komprehensif mengenai moderasi beragama. 

“Maka, kami bersama KSP dan Setwapres sedang menyusun Perpres terkait penguatan moderasi beragama. Dengan begitu, kami harapkan bisa diimplementasikan di seluruh lapisan masyarakat,” ungkap Nifasri.

Pada bagian lain, Stafsus Wakil Presiden Bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidlowi menegaskan peran penting Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan moderasi beragama.

Baca Juga: Moscow State University dan Denpasar Jajaki Kerja Sama Tangani Limbah Pertanian dan Ternak

Kementerian Dalam Negeri diharapkan terus mendorong implementasi moderasi beragama di daerah-daerah.

Aktivis Demokrasi dan Mantan Ketua Komnas Perempuan Yuniyati Chuzaifah menggarisbawahi bahwa moderasi beragama merupakan respon atas cara beragama yang cenderung monolitik non dialogis, mengkutub dan ekstrimitas.

Yuniyati juga menilai, moderasi beragama adalah tuntutan global karena menguatnya paham ekstrimisme dan nativisme. ***

Editor: R. Aulia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah