RI Usir Kapal Tiongkok Usai Adu Argumen, Natuna Memanas

- 15 September 2020, 15:28 WIB
Bakamla RI mengusir kapal China yang berkeliaran di zona eksklusif ekonomi Indonesia, Laut Natuna Utara, pada Sabtu 12 September 2020.
Bakamla RI mengusir kapal China yang berkeliaran di zona eksklusif ekonomi Indonesia, Laut Natuna Utara, pada Sabtu 12 September 2020. /Antara

INDOBALINEWS - Indonesia tidak boleh lengah walau sebentar saja, karena Tiongkok masih berupaya mengklaim bahwa perairan tersebut di area nine dash line yang merupakan wilayah teritorial Republik Rakyat Tiongkok(RRT).

Kali ini dibuktikan dengan adanya kapal Tiongkok yang berlayar selama dua hari, berada di lepas pantai Kepulauan Natuna Indonesia dan terdeteksi oleh radar dan automatic identification system (AIS) KN Nipah pada jarak 9,35 NM.

Kapal Tiongkok bernama Coast Guard China dengan nomor lambung 5204 terdeteksi sekitar pukul 10.00 WIB di sebuah lokasi yang berada dilepas pantai Kepulauan Natuna Indonesia yang berstatus ZEE Indonesia.

Baca Juga: Hari Libur dan Cuti Bersama 2021, Ini Rinciannya

Seperti dilansir oleh Pikiranrakyat.com dari laman Bakamla RI, kapal Tiongkok bernama Coast Guard China dengan nomor lambung 5204 tersebut terdeteksi sekitar pukul 10.00 WIB. Sebelumnya ada informasi serangkaian serangan yang terjadi di ZEE Indonesia oleh Kapal Penjaga Pantai/ Coast Guard China dan kapal penangkap ikan Tiongkok.

Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia (RI) melalui juru bicara Wisnu Pramandhita mengatakan bahwa kapal Tiongkok berhasil diusir untuk meninggalkan ZEE dibayangi oleh kapal patroli Indonesia sekitar tengah hari pada Senin, 14 September 2020.

Wisnu pun menyatakan sempat terjadi 'adu debat' dengan Tiongkok melalui radio. Karena kapal tersebut telah berada di ZEE Indonesia sejak Sabtu, 12 September hingga Senin, 14 September 2020 sekitar pukul 11.30 WIB.

Baca Juga: Sekelumit Kisah Made Wirna, Galungan di Tengah Pandemi Covid

Saat pihaknya melakukan komunikasi melalui radio dan bertanya maksud dari keberadaan kapal Tiongkok di area tersebut, Kapal CCG 5204 bersikeras bahwa mereka sedang berpatroli di area nine dash line yang merupakan wilayah teritorial Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

"Mereka berkata bahwa mereka sedang berpatroli di yurisdiksi Tiongkok. Dengan tegas kami menolak ini dan katakan ini adalah zona ekonomi eksklusif kami," ujar Wisnu.

Menanggapi kejadian tersebut juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah mengatakan,” Indonesia telah meminta penjelasan dari kedutaan Tiongkok  terkait adanya kapal penjaga pantai negara tersebut di kepulauan Natuna yang juga berstatus sebagai ZEE Indonesia”.

Teuku Faizasyah menegaskan kembali kepada Wakil Duta Besar Tiongkok bahwa zona ekonomi eksklusif Indonesia tidak tumpang tindih dengan perairan Tiongkok.”

Penegasan Teuku Faizasyah tersebut karena Tiongkok sempat mengklaim "irredentist" atau hak bersejarah atas wilayah yang dinilai tumpang tindih dengan ZEE Indonesia di sekitar kepulauan Natuna.

Baca Juga: Mitos yang Perlu Anda Ketahui Tentang Handphone

Ahli senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Ian Storey, mengatakan bahwa kondisi tersebut yang mendukung kapal-kapal dari Tiongkok belakangan ini banyak muncul di perairan Natuna.

Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir telah berupaya menegaskan klaim yurisdiksinya dalam sembilan garis putus-putus, yang membuat kehadiran kapal  penjaga pantai dan kapal penangkap ikan Tiongkok di perairan lepas Kepulauan Natuna meningkat.

Menurut Storey kondisi tersebut tampaknya normal bagi Tiongkok meskipun cukup 'menjengkelkan' bagi Indonesia.

Peneliti di Institute of Defense and Strategic Studie, Collin Koh mengatakan bahwa insiden tersebut merupakan tantangan bagi Indonesia.

Baca Juga: Tidak Perlu Surat Ijin Keluar Masuk (SIKM) di PSBB Jakarta Kali Ini

"Perkembangan terakhir ini hanya menyoroti masalah yang terus-menerus dihadapi Indonesia terhadap Tiongkok, yang menolak untuk mengalah pada klaim “irredentist” (hak bersejarah) di Laut China Selatan, berdasarkan sembilan garis putus-putus, yang telah dibatalkan dalam penghargaan 2016," ujar Collin Koh.

Collin Koh mengacu pula pada putusan pengadilan internasional di Den Haag yang menentang klaim teritorial Tiongkok di Kepulauan Natuna.

Ia pun menggambarkan Tiongkok sebagai pihak 'agresif' dalam peristiwa tersebut meskipun pertikaian terakhir (dekat Natuna).

Disisi lain Ian Storey juga menyatakan bahwa Indonesia dinilai telah menunjukan sikap 'tegas' terhadap klaim Laut China Selatan.

"Penggugat Asia Tenggara lainnya (terhadap Tiongkok) sebaiknya mengikuti “cara” yang dilakukan Indonesia  untuk menunjukkan kepada Beijing bahwa mereka sepenuhnya menolak apa yang disebut 'irredentist/hak bersejarah' dalam garis sembilan putus. Sebagaimana putusan pengadilan arbitrase 2016, 'hak bersejarah' itu tidak sejalan dengan hukum internasional," ujar Storey.(***)



Editor: Rudolf

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x