Memasak, Tradisi Unik di Tanjung Benoa saat Galungan dan Kuningan

8 September 2020, 11:00 WIB
Ada pengaruh budaya China yang kental dalam tradisi khas warga Tanjung Benoa yang digelar setiap jelang perayaan Galungan. /

INDOBALINEWS –  Umat hindu di Bali mengadakan sebuah tradisi mebat atau ngelawar biasanya sehari menjelang perayaan galungan, Anggara Wage atau yang lebih dikenal dengan penampahan galungan.

Namun ada hal berbeda yang terjadi di kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung Bali.

Baca Juga: Sambut Hari Suci Galungan dan Kuningan, 3 Lagu ini Ikonnya

Adalah tradisi ‘memasak’ yang sudah berlangsung secara turun-temurun berlangsung di wilayah tersebut.

Tradisi yang diperkirakan telah berlangsung sejak tahun 1750 itu masih tetap dijaga hingga saat ini.

Baca Juga: Trans Metro Dewata, Mode Transportasi Baru di Denpasar

Wayan Dibia, salah seorang tokoh masyarakat membenarkan hal itu bahwa diperkirakan hal tersebut berlangsung ketika leluhur dari warga Tanjung Benoa menginjakkan kaki di wilayah itu dan menurutnya hal tersebut tidak bisa dilepas begitu saja dari pengaruh besar warga Cina yang menginjakkan kaki diwilayah Tanjung Benoa.

“Ya memang dari awal tidak melakukan hal tersebut (Ngelawar-red), dan ini sangat erat kaitannya dengan Cina yang ada disini bahkan Tanjung Benoa juga dikenal dulu dengan sebutan Kampung Pacinan,” katanya saat ditemui dikediamannya Tanjung Benoa. Belum lama ini.

Baca Juga: Perjalanan Karir Reza Artamevia, dari Lomba Nyanyi hingga Penyanyi Latar

Lebih lanjut, menurut pria kelahiran 1953 itu mengaku jika nama Tanjung Benoa dikenal sejak masa pendudukan Belanda (VOC) di wilayah Kampung Pacinan. 

Dia menyebutkan jika tradisi memasak itu memang hanya dilakukan saat sehari sebelum perayaan galungan. “Bahkan dari tradisi ini kita bisa ketahui jika pengaruh Cina itu sangat kental,” paparnya.

Kalaupun dalam sarana upacara terdapat lawar atau sate, itu mutlak dibuat hanya untuk keperluan sarana upacara. "jika anda melihat lawar atau sate itu mutlak dibuat khusus untuk melengkapi sarana upacara, atau sebagian besar warga lainnya khusus membeli untuk sarana upacara," tutur pria yang sempat menjabat sebagai Lurah Tanjung Benoa tersebut. 

Baca Juga: Trans Metro Dewata, Mode Transportasi Baru di Denpasar

Menurutnya memang tradisi ngelawar atau membuat sate untuk dikonsumsi tidaklah ada sebagaimana warga bali lainnya dan menurutnya hal tersebut memang terus akan dilakukan dan dipertahankan untuk tetap terjaga.

“Setau saya ini murni sebuah tradisi, sekalipun ada warga disini yang ngelawar sah-sah saja dan tidak ada pantangan khusus ketika warga mau ngelawar,” paparnya,. 

Warga Lainnya yang sempat ditemui dilokasi membenarkan ucapan dari Wayan Dibia. "Di sini memang sejak dahulu tidak melakukan yang namanya ngelawar, di sini kita melakukan yang namanya memasak,”  ucap pria yang bernama Mang Benjoe Amstrong tersebut.

Baca Juga: KAGAMA Bali : Upaya Pencegahan Covid-19 Masih Harus Diprioritaskan

Menurutnya tradisi itu menjadi unik karena hanya di wilayah Tanjung Benoa saja yang melakukan sedangkan desa tetangga tetap melakukan ngelawar. “Ini menjadi unik dan bahkan desa tetangga kami pun melihat tradisi ini sebagai hal yang baru,”ucap ayah 2 anak ini.

Memasak ini biasnaya sebuah keluarga akan membuat masakan seperti pada umumnya namun yang mendominasi adalah olahan mie. (***)

Editor: Gede Apgandhi Pranata

Tags

Terkini

Terpopuler