Peradah Ngejot Sasar Warga Kurang Mampu di Subaya

- 8 September 2020, 08:24 WIB
Perwakilan Peradah menyerahkan sembako saat melaksanakan Peradah Ngejot di Desa Subaya Bangli/ dok. Peradah
Perwakilan Peradah menyerahkan sembako saat melaksanakan Peradah Ngejot di Desa Subaya Bangli/ dok. Peradah /

INDOBALINEWS – Peradah Ngejot kembali dilaksanakan oleh DPP Peradah Indonesia Bali bersama DPK Peradah Indonesia se-Bali sebelum perayaan Galungan, Rabu, 16 September 2020 dan Kuningan, Sabtu 26 September 2020.

Baca Juga: Trans Metro Dewata, Mode Transportasi Baru di Denpasar

Gerakan yang dilakukan secara rutin setiap enam bulan sekali itu menyasar masyarakat kurang mampu di Desa Subaya, Kintamani Bangli.

Kali ini, Program Peradah Ngejot seri ke-4 melibatkan sejumlah akademisi STAHN Mpu Kuturan Singaraja yang dibingkai dalam Pengabdian kepada Masyarakat Mandiri.

"Melalui ngejot, momentum dan spirit Hari Suci Galungan dimaknai lebih kongkret ke pawongan (hubunga antar manusia)," kata Ketua DPP Peradah Indonesia Bali yang juga Koordinator Pengabdian Masyarakat Mandiri STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Komang Agus Widiantara. Selasa, 8 September 2020.

Baca Juga: KAGAMA Bali : Upaya Pencegahan Covid-19 Masih Harus Diprioritaskan

Menurut Agus, ngejot merupakan tradisi masyarakat Bali dengan semeton krama Bali maupun krama tamiu sebagai ungkapan syukur, kebersamaan, kepedulian, saling berbagi, dan mengasihi, terlebih di tengah pandemi Covid-19.

"Berbagi di tengah pandemi bukan perkara mudah. Harus ekstra hati-hati, mengikuti seluruh protokol kesehatan yang ada. Belum lagi medan menuju Subaya terjal dan menantang," katanya.

Lebih jauh, melalui gerakan bersama dengan STAHN Mpu Kuturan Singaraja, ke depan diharapkan kegiatan pengabdian tidak hanya berhenti pada bakti sosial dengan penyerahan sembako.

Baca Juga: Bali Siap Diperiksa BPK Terkait Anggaran Belanja Pandemi Covid-19

Namun juga dalam bentuk program pemberdayaan warga setempat seperti pelatihan, hingga penelitian sejarah desa setempat sebagai media literasi. 

Disisi lain, Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli, I Ketut Eriadi Ariana, bersama Koordinator Kegiatan, Putu Oka Suyasa, menjelaskan bahwa dalam program kolaborasi itu pihaknya menyasar 40 kepala keluarga (KK) kurang mampu dan lansia.

Baca Juga: Update Penanggulangan Covid-19 di Bali, 7 September 2020

Pemilihan Desa Subaya sebagai sasaran tidak terlepas dari kawasan desa yang relatif ‘terisolir’ dari pusat kecamatan, namun memiliki potensi yang besar untuk berkembang di kemudian hari.

"Kebetulan kawasan Bangli sebagai wilayah kerja kami. Harapannya, nanti dapat distimulus untuk pengembangan ke arah pemberdayaan masyarakat yang lebih jauh. Termasuk, upaya-upaya penelitian akademis baik dari bidang ekonomi maupun studi terhadap budaya Bali Pegunungan yang hidup di sini," jelasnya.

Baca Juga: Polres Tabanan Sabet Juara 1 Lomba Dalmas Polda Bali

Harapkan Ada Fasilitas Pendidikan Menengah

Perbekel Subaya, I Nyoman Diantara, pun menyambut baik kegiatan positif itu dan menjelaskan Desa Subaya memiliki sekitar 367 KK. Dari jumlah tersebut, masyarakat yang masuk dalam usia produktif mendominasi.

Baca Juga: Pilwali Denpasar, Paket Amerta Janjikan Denpasar 'Berseri'

"Hanya saja, kebanyakan di antara mereka kurang diberdayakan, kebanyakan keluar desa pada usia yang relatif muda untuk menyambung hidup. Padahal, mereka bisa membangun desa dari dalam. Saat ini kami sedang menggarap pemberdayaan itu, seperti pengolahan produk paska panen singkong," katanya.

Persoalan pemberdayaan tersebut tak terlepas dari keberadaan fasilitas pendidikan di kawasan tersebut. Diantara menjelaskan bahwa satu-satunya fasilitas pendidikan yang ada di desanya hanyalah SD. 

Baca Juga: Dua Patung di Tegallalang Tembus Rekor MURI

Sementara itu, untuk melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama, SMPN 7 Kintamani menjadi SMP terdekat yang dapat dijangkau. Sekolah ini terletak sekitar 8,7 km dari desa dan harus ditempuh dengan menjajal medan curam Pegunungan Kintamani sebelah timur laut.

Kendala-kendala akses itulah yang dipandang menjadi penghambat anak-anak untuk melanjutkan sekolah. Akhirnya, mereka lebih memilih tidak melanjutkan sekolah.

Baca Juga: Pelaku Pariwisata di Bali Berharap Keran Wisman Dibuka

"Sejatinya kami sudah memiliki tiga kelas yang dapat dimanfaatkan untuk SMP Satu Atap, namun, kendala selanjutnya adalah ketidakadaan guru untuk mengajar.

Pada akhirnya, jika ingin melanjutkan, jalan satu-satunya ya harus sekolah di luar desa. Itu menjadi sulit bagi sebagian penduduk, terlebih melihat akses jalan yang cenderung berbahaya," katanya berharap persoalan tersebut dapat menjadi perhatian unsur terkait. (***)

Editor: Gede Apgandhi Pranata


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah