Setara Institute : Perdamaian di Papua Tidak Akan Tercapai Melalui Ujung Senjata

- 29 April 2021, 04:17 WIB
Pasukan keamanan Indonesia patroli mencari kelompok pemberontak di Papua.*
Pasukan keamanan Indonesia patroli mencari kelompok pemberontak di Papua.* / Reuters/

INDOBALINEWS - Pemerintah diingatkan untuk berhati-hati dalam memberikan pelabelan organisasi teroris kepada kelompok bersenjata (KKB) di Papua karena perdamaian di Tanah Papua tidak akan tercapai melalui ujung senjata.

Dalam pandangan Setara Institute, dengan pelabelan organisasi teroris kepada kelompok bersenjata di Papua apalagi kemudian jika pelabelan itu melebar diberikan kepada kelompok pro kemerdekaan di  Papua yang berjuang secara damai.

"Tidak akan membantu bagi penyelesaian konflik di Papua tapi justru sebaliknya kontra produktif,” kata kata Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos dilansir IndoBaliNews dari Pikiran Rakyat, Rabu, 28 April 2021..

Baca Juga: Gubernur Bali dan 15 Provinsi Lainnya Raih Penghargaan K3 dari Menaker Ida Fauziyah

Bonar menyampaikan tanggapannya itu atas desakan agar kelompok bersenjata di Papua dilabeli sebagai organisasi teroris semakin menguat belakangan ini, apalagi setelah kematian perwira tinggi Kopassus yang menjabat Kabinda Papua, Mayjen (anumerta) I Gusti Putu Danny Karya Nugraha.

Menurut Setara Institute, pihak-pihak yang mendukung pelabelan ini hanya berpikir simpel dan pendek karena mengira dengan begitu operasi pengejaran dan melumpuhkan kelompok bersenjata di Papua jauh akan lebih efektif.

“Padahal realitanya tidak semudah itu,” Bonar mengingatkan.

Baca Juga: Gubernur Ganjar Pranowo Teladani Semangat Nasioanalisme Ulama Kharismatik KH Sya'roni Ahmadi

Hal yang patut dipikirkan implikasi dari pelabelan tersebut. Pertama dengan melabel kelompok bersenjata di Papua sebagai teroris, itu berarti sekaligus menutup ruang negosiasi dan perundingan. Akibatnya eskalasi kekerasan akan meningkat dan dampaknya buruk bagi rakyat setempat.

“Mereka terpaksa mengungsi untuk mencari selamat, kehilangan penghasilan ekonomi, anak-anak tidak bersekolah,  kesehatan dan sanitasi lingkungan terganggu serta hal lain-lain,” sambungnya.

Pelabelan teroris akan menambah luka sosial rakyat Papua. Karena mereka akan merasa pelabelan ini bukan hanya untuk kelompok bersenjata Papua tetapi rakyat Papua secara keseluruhan.

Baca Juga: Gugur Ditembak KKB Papua, Kapolri Jenderal Sigit Beri Kenaikan Pangkat Bharada I Komang Wira Natha

"Selama ini mereka merasa didiskriminasi dan mengalami perlakuan rasisme. Sekarang bertambah dengan label teroris," tegasnya lagi.

Dampak psikologi sosial semacam ini perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. Pendekatan keamanan dan kesejahteraan fisik tanpa dipadani pendekatan kultural dan psikologi sosial akan membuat penyelesaian konflik di Papua semakin jauh panggang dari api.

Pemerintah harus menyusun sebuah strategi komprehensif untuk penyelesaian damai Papua. Tidak hanya tertuju pada percepatan pembangunan, penambahan provinsi, dan revisi UU otonomi khusus. Tapi juga membuka ruang pembicaraan dan perundingan dengan kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan selama ini.

Baca Juga: Prajurit TNI Berikan Bimbel bagi Anak Anak Perbatasan Indonesia dan Papua Nugini

Langkah awal untuk itu adalah mencari kesepakatan agar dihentikan penggunaan kekerasan dan permusuhan antara kedua belah pihak.

Kata Bonar, pemerintah Indonesia bisa memulai dengan menjajaki membuka saluran komunikasi dengan pihak yang selama ini melakukan perlawanan. Pemerintah Indonesia tidak perlu merasa kalah apalagi kuatir akan kehilangan Papua bila duduk dalam satu meja dengan kelompok perlawanan.

“Perdamaian di Papua tidak akan tercapai melalui ujung senjata tetapi melalui perundingan,” Bonar menegaskan lagi.

Baca Juga: Ditangkap Densus 88, Andi Arief: Aparat Harus Adil dan Punya Bukti Kuat Menteroriskan Munarman

Di lain pihak ada juga yang mempunyai agenda lain yaitu berkepentingan agar label teroris di negeri ini tidak semata pada kelompok kekerasan yang mengaku mewakili agama tertentu.

Di Indonesia sendiri bila mengacu pasal 1 ayat 2 UU No 15 tahun 2018  definisi terorisme dirumuskan secara luas dan multi interpretasi sehingga dimungkinkan adanya interpretasi yang membenarkan pelabelan itu.

Pelabelan kelompok perlawanan di Papua tidak akan memutus siklus kekerasan yang telah berlangsung lama dan panjang. Kegagalan aparat keamanan dalam melumpuhkan kelompok bersenjata selama ini lebih dikarenakan kurangnya dukungan dan kepercayaan dari rakyat setempat. ***

Editor: R. Aulia

Sumber: pikiran -rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x