Kisah Pelinggih Yang Ramai Jadi Tempat Memohon Kesembuhan Anak Telat Bicara

10 April 2021, 10:18 WIB
Pelinggih Sang Hyang Iswara atau Temuku Telu di Desa Adat Kapal,Mengwi Badung. /Dok Gung De


INDOBALINEWS - Adanya beberapa tempat di Bali yang beraura metafisis, beberapa diantaranya memang terkait reliji tertentu, ada juga yang bercampur dengan sejumlah mitos namun bagi sebagian orang amat dipercaya bisa mendatangkan sesuatu.

Ataupun sesuatu tempat dengan latarbelakang cerita angker yang dipercaya masyarakat disuatu daerah mulai dari adanya tempat memohon rezeki hingga mohon keturunan.

Seperti salah satunya pelinggih yang berada di Banjar Adat Gegadon, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi Badung yang diyakini sebagai tempat memohon kesembuhan bagi anak-anak terlambat atau telat berbicara.

Pelinggih tersebut tepat berdiri pinggir jalan di desa setempat.Pelinggih tersebut oleh warga setempat biasa disebut Pelinggih Sang Hyang Iswara atau Temuku Telu.

Baca Juga: Kehabisan Uang Selama Pandemi, Bule Uzbekistan Jadi PSK di Bali

Baca Juga: Cerita Para Dokter Spesialis Ikut Berjibaku di Lokasi Bencana NTT

Adapun kisah keberadaan pelinggih tersebut menurut kelihan Banjar Adat Gegadon, I Ketut Suta saat ditemui di sekitar pelingih belum lama ini mengatakan, konon dari cerita para tetua, sebelum dibangun pelinggih di zaman dahulu adalah tempat pembagian air untuk subak atau biasa disebut temuku.

Temuku itu kemudian dinamakan Temuku Telu sebagai istilah memudahkan memberi informasi soal pengairan subak. Ternyata tempat pembagian air untuk subak tersebut lama kelamaan akhirnya diyakini sebagai tempat memohon kesembuhan bagi anak-anak yang terlambat bicara.

Akibat ceritra dari mulut ke mulut itu membuat banyak orang mulai berdatangan ke pelinggih. Dari sepengetahuan dirinya 1960-an sudah ada orang luar Banjar Gegadon datang dengan tujuam melukatkan anaknya di pelinggih tersebut.

Baca Juga: Terjadi Lagi WNA Bunuh Diri di Bali, Diduga Depresi Jerat Leher Pakai Kain Batik

Baca Juga: Terjerat Pinjaman Online Mahasiswi Tewas Gantung Diri di Jendela Kamar Kos

“Saya ingat waktu itu saya umur 8 tahun. Ada orang dari dari Negara, Kabupaten Jembrana yang datang ingin melukat ke sini. Sampai dia mesesangi (kaul), kalau anaknya bisa bicara akan mempersembahkan sesuatu sebagai wujud terima kasih,” ujarnya.

Sebelumnya, belum ada palinggih berdiri dimana pelinggih tersebut berdiri saat ini, belum ada jalan raya seperti sekarang hanya jalan setapak saja.Setelah ceritra keberadaan pelinggih tersebut diketahui dari mulut ke mulut, saat itu ada salah seorang dokter spesialis kandungan datang ke tempat tersebut.

Baca Juga: Fakta Pembunuh Berantai di Bogor : Positif Narkoba Hingga Cari Mangsa Dari Facebook

Dokter tersebut mengajak anaknya untuk dilukat di sana, sambil berjanji jika anaknya dapat berbicara akan membayar kaul membuatkan pelinggih di sana.

"Saya kurang tau asal Dokter tersebut yang jelas prakteknya di Kediri (Tabanan). Dia berdoa jika anaknya bisa bicara, dia sanggup akan menghaturkan pelinggih dan kelengkapannya pelinggih ini ada sekitar tahun 2002 atau 2003,” ucapnya.

Untuk pelaksanaan melukat bagi anak kecil yang terlambat bicara dilakukan setiap kajeng kliwon atau 15 hari sekali. Sedangkan piodalan di pelinggih tersebut dirayakan setiap Hari Raya Kuningan.

Baca Juga: Kisah Viral Pasangan Dokter Sultan, Punya 25 ART Salah Satunya Khusus Beli Galon

“Untuk pemangku khusus belum ada. Sehingga, kami sepakat melalui paruman banjar, semua pemangku di Banjar Gegadon yang melayani umat yang datang. Ada 6 pemangku dan diatur ngayahnya di pelinggih ini oleh paiketan pemangku. Kadang-kadang kami libatkan semua jika umat banyak yang datang,” katanya.

Jika umat yang datang hampir dari seluruh Bali.  Bahkan banyak dari luar daerah yang juga datang, baik semeton Hindu di rantauan hingga umat non Hindu. “Saya bilang apa adanya saja. Tuhan hanya satu, jadi mohonnya sesuai dengan keyakinan masing-masing. Yakini tempat ini bisa memberikan anugerah,” terangnya.

Baca Juga: Lama Pisah Ranjang, Isteri Temukan Suami Tewas di Atas Kasur dengan Kondisi Mencurigakan

Sementara untuk umat Hindu, sarana upakara sebetulnya tidak ada batasan yang pasti. Namun umat bisa datang dengan membawa daksina pejati setiap kali datang.
“Silakan sesuai kemampuan dan keyakinan. Setiap kajeng kliwon kami rencanakan jam 8, tapi pemedek jam 7 sudah datang bahkan sampai malam. Kalau situasi covid begini kami batasi sampai jam 9 malam. Termasuk persembahyangan kami atur maksimal 20 orang per sesi, karena masih situasi covid,” paparnya.

Sembari dirinya menambahkan,pelinggih tersebut sekarang bernama pelinggih Ida Bhatra Sang Hyang Iswara yang diempon oleh Banjar Adat Gegadon, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung.***

Editor: Shira Ade

Tags

Terkini

Terpopuler