Mau Menari Rangda? Jangan Asal Saluk

- 6 Maret 2021, 20:30 WIB
Seniman Mangku Nyoman Ardika.
Seniman Mangku Nyoman Ardika. /Indobalinews/Gung De

INDOBALINEWS - Belum lama ini, seorang penari Rangda meninggal dunia akibat tertusuk keris saat pentas di Denpasar, Bali. Peristiwa serupa juga pernah terjadi di beberapa daerah di Pulau Dewata.

Hal ini mendapat perhatian dari seniman asal Tabanan Mangku Nyoman Ardika alias Sengap. Ia juga seorang penari Rangda.

Ia berharap, peristiwa naas beberapa waktu lalu tidak terjadi lagi. Karena itu menjelaskan beberapa hal penting dalam menari Rangda. Jangan sampai asal saluk (memakai).

Baca Juga: Jatuh dari Lantai 12 Apartemen, Balita Ini Lolos dari Maut

"Fenomena yang terjadi saat ini, asal saluk. Padahal jika dilihat dalam petapakan Pragina, setidaknya seorang Pragina harus memiliki tiga taksu, yakni bagaimana sesalukannya apakah benar, pas, layak, lalu bagaimana dengan aura, serta bagaimana dengan wawasannya," tutur Mangku Nyoman Ardika, di Denpasar, beberapa waktu lalu.

Ia menyebut, menarikan Rangda apabila digunakan ritual berkaitan dengan upacara maka sudah masuk dalam kategori sakral.

"Jadi, penarinya harus mengikuti proses pawintenan atau proses mesakapan. Bukan semata-mata untuk menari saja. Prosesnya cenderung ke proses ritual. Sebab Rangda ini masuk konteks sakral, dilihat dari bentuknya telah berbentuk aksara, bagaimana konsep Rangda dengan nyapuh jagat rambutnya dan bagaimana lidahnya yang menjulur," urainya.

Baca Juga: Kongres Luar Biasa Partai Demokrat, Mahfud MD: Pemerintah Tak Bisa Larang

Selanjutnya jika konteksnya Rangda merupakan barang seni, maka yang ditunjukkan adalah konteks seninya saja. Jangan disangkut pautkan dengan ritual.

"Kita harus memahami ini. Orang menarikan Rangda untuk kebutuhan apa. Meskipun saat ini banyak yang bisa menarikan dan bahkan memiliki Rangda di rumah," pungkas Mangku Nyoman Ardika.***

Editor: M Susanto Edison


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x