Tumbuhkan Rasa Bangga Memiliki Budaya Adi Luhung, Samsara Living Museum Kolaborasi dengan The Apurva

- 4 April 2024, 22:13 WIB
Ida Bagus Agung Gunarthawa dari Samsara Living Museum menjelaskan makna nilai dari tulisan lontar dalam Sutasoma Lontar Exhibition di The Apurva Bali Rabu 3 April 2024.
Ida Bagus Agung Gunarthawa dari Samsara Living Museum menjelaskan makna nilai dari tulisan lontar dalam Sutasoma Lontar Exhibition di The Apurva Bali Rabu 3 April 2024. /Dok Guslit

 

INDOBALINEWS - Indonesia begitu kaya akan budaya adi luhung yang bermakna mulia peninggalan nenek moyang yang harus terus dilestarikan untuk generasi saat ini dan mendatang.

Salah satunya adalah nilai nilai yang terkandung dalam Kitab Sutasoma yang awalnya mengajarkan toleransi beragama yang jadi inspirasi  Bhinneka Tunggal Ika dengan literatus asal berbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.

Saat itu toleransi beragama, khususnya antara Hindu dan Buddha seperti dituliskan dalam bait lengkapnya “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.”

Baca Juga: Rumor Transfer Pemain Liga 1: Bintang PSIS Semarang Taisei Marukawa di Incar Dewa United

Jumpa pers Sutasoma Lontar Exhibition di The Apurva Bali Rabu 3 April 2024.
Jumpa pers Sutasoma Lontar Exhibition di The Apurva Bali Rabu 3 April 2024. Dok Guslit

Terjemahannya: “konon antara ajaran Buddha dan Hindu berbeda, namun kapan Tuhan dapat dibagi-bagi, sebab kebenaran Jina dan Siwa adalah tunggal, berbeda itu tapi satu jualah itu, tak ada dharma (jalan kebaktian/kebaikan) yang mendua tujuan.”

Kitab Sutasoma menunjukkan bahwa dalam sejarah Majapahit abad ke-14 semangat toleransi kehidupan beragama sangat tinggi.

Digambarkan bahwa dua agama besar Hindu dan Budha hidup secara bersama dengan rukun dan damai. Kedua agama besar itu beriringan di bawah payung kerajaan, pada jaman pemerintahan raja Hayam Wuruk.

Baca Juga: Kasus Pelecehan Anak Kandung oleh Petugas Damkar, KPPPA Apresiasi Polda Metro Jaya

Oleh karena itu meskipun Budha dan Siwa merupakan dua substansi yang berbeda, namun perbedaan itu tidak menimbulkan perpecahan, karena kebenaran Budha dan kebenaran Siwa bermuara pada hal Satu. Mereka memang berbeda, tetapi sesungguhnya satu jenis, tidak ada perbedaan dalam kebenaran.

Nilai-nilai keberagaman inilah yang berupaya diimplementasikan untuk masa sekarang dalam kolaborasi antara Samsara Living Museum dengan The Apurva Kempinski Bali dalam wujud pameran bertajuk Bhinneka Tunggal Ika Sutasoma Lontar Exhibition yang akan berlangsung selama 2 bulan hingga akhir Mei 2024 mendatang.

Menurut Ida Bagus Agung Gunarthawa dari Samsara Living Museum kolaborasi ini merupakan langkah penting dalam memperkenalkan dan mempertahankan nilai-nilai budaya, khususnya kepada generasi muda Bali.

Baca Juga: Mudik Lebaran 2024: Tips Mudik LebaranJika Lewat Jalan Tol, Agar Lancar dan Nyaman

Dikatakanya baik Samsara dan The Apurva merupakan dua institusi yang berkolaborasi yang sama-sama punya visi dan konsistensi yang sudah relatif lama tetapi semakin intensif diawali dengan kolaborasi terkait sustainable agriculture.

"Saat ini kita melihat ada kebutuhan yang jauh lebih ke hulu yaitu lebih dalam lagi  yaitu kebutuhan akan pelestarian dalam konteks ini adalah literasi kuno manuskrip dan seperti The Apurva kami juga konsen untuk melakukan pelestarian budaya edukasi dalam konteks literasi ini khususnya keberadaan salah satu kitab yang sangat penting Sutasoma yang kebetulan kami warisi yang kami hadirkan di dalam ekspedisi ini, " ujarnya saat acara pembukaan pameran di Pendopo The Apurva Rabu 3 April 2024.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa kedua pihak merasa bahwa ini sangat penting dan sebagai salah satu cara produktif untuk pelestarian konservasi dengan menghubungkan antara nilai-nilai zaman dahulu dengan kehidupan hari ini sehingga konteks daripada kegiatan Sutasoma Lontar Exhibition bisa dipahami dan diimplementasikan di masa sekarang.

Baca Juga: Foto Foto Sandra Dewi yang Tampil Cantik saat Datangi Kejagung

Bahkan nilai dari lontar Sutasoma dengan kolerasi untuk saat ini semakin nyata usai masyarakat Indonesia melewati masa krusial pemilu dan tetap menjaga persatuan.

"Saat ini konteks united in diversity dalam konteks kebangsaan adalah bagaimana bangsa Indonesia tetap dalam kebersamaan setelah Pemilu dalam situasi keberagaman sehingga Indonesia bisa melewati fase demi fase event dengan krusial seperti Pemilu kemarin ini menjadi semakin relevan Bhinneka Tunggal Ika untuk membuat kebersamaan keberagaman dalam kebersamaan, " bebernya lagi. 

Salah satu bahan tulis yang digunakan untuk menulis pada awal abad ke-5 SM adalah Lontar, atau Naskah Daun Palem.

Sementara itu Vincent Guironnet, General Manager The Apurva Kempinski Bali pun mengungkapkan rasa bangganya dengan kolaborasi ini. Dia menegaskan bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya dan literatur yang sangat berharga.

Baca Juga: Liga 1: Ini Penyebab Persija Jakarta Kena Sanksi Tidak Boleh Terlibat di Tiga Periode Bursa Transfer Pemain

Menurutnya, pameran ini sekaligus menjadi bukti cinta terhadap Indonesia dengan mengajak pengunjung untuk membaca lontar dan menggali cerita-cerita pendek serta lengkap yang terkandung di dalamnya.

“The Apurva Kempinski Bali sangat bangga bekerja sama dengan Samsara Living Museum dalam mempersembahkan sepuluh naskah kuno yang ditulis oleh nenek moyang langsung Mpu Tantular. Dihatapkan, pameran ini menjadi bukti cinta terhadap Indonesia dengan mengajak pengunjung untuk membaca lontar dan menggali cerita-cerita pendek serta lengkap yang terkandung di dalamnya,” tutur Vincent, dalam acara jumpa pers Rabu 3 April 2024.

Ditambahkan oleh Melody Director of Marketing Communication The Apurva Kempinski Bali, bahwa pameran lontar ini tak hanya dinikmati para pecinta seni dan budaya, juga termasuk para wisatawan yang menginap di hotel.

Baca Juga: Sahur Sambil Belanja, Transaksi di Shopee Live Meningkat 44 Kali Lipat pada Big Ramadan Sale

“Kita sejak tahun 2022 sudah rutin melakukan acara-acara seperti ini. Pameran ini pun melanjutkan jalannya sebagai falsafah hidup yang diwariskan generasi. Jadi, mari selami warisan yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan,” ujar Melody.

Sedangkan da Bagus Made Gunawan yang turut hadir menjelaskan makna mendalam yang terkandung dalam lontar.

Menurutnya, lontar tak hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga panduan untuk menciptakan manusia yang lebih baik dengan tingkat toleransi yang tinggi.

“Tantangan untuk memperkenalkan lontar kepada generasi muda memang besar, namun kita semua memiliki peran penting dalam hal ini, termasuk pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Terdapat banyak nilai yang dapat dipelajari dari lontar,” tandasnya.

Baca Juga: Awal Tahun Ini Sudah 37 WNA Bermasalah di Bali Diusir Pihak Imigrasi Ngurah Rai

Dalam pameran ini ditampilkan 10 lontar peninggalan abad V yang sarat pesan-pesan penuh makna bagaimana bisa menjadi manusia lebih baik, hidup harmonis, bersinergi dan toleran sesuai konsep Tri Hita Karana.

“Kita tampilkan Sutasoma yang dikarang Mpu Tantular yang mengungkapkan cinta kasih, saling menghargai satu sama lain,” jelasnya mencontohkan salah satu nilai lontar.

Agung Gunartawa memahami tantangan melestarikan budaya lontar dari masa lalu-kini-masa depan. “Yang baca mulai sedikit, apalagi memahaminya. Jadi ini perlu dicarikan jalan keluar mengantisipasi dampak kemajuan zaman. Kita harap bisa saling support dan terus menggalinya. Bagaimana anak muda merasa ada kebutuhan dengan nilai-nilai ini sesuai zamannya,” ungkapnya.

Menurutnya anak muda ini menjadi harapan bisa menjaga, memahami dan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam lontar yang masih relevan dalam kehidupan modern saat ini,” tambahnya.

Baca Juga: Imigrasi Ngurah Rai Deportasi WNA Ukraina Pelaku Skimming

“Langkah ke depan bagaimana mereka bisa tertarik dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam lontar dan akhirnya bisa mencintainya. Saya yakin dengan memahami nilai-nilai yang ada maka mereka akan menjadi lebih tertarik,” tambah IB Gunawan.

Menurutnya banyak nilai-nilai luhur terkandung dalam lontar dan masih relevan hingga saat ini. Seperti dalam Sutasoma dan lontar Arjuna Wiwaha.

Untuk paham isi lontar memang harus ada yang menuntun. Sebab sastra dalam lontar ini Bahasa Jawa Kuno. Perlu konsistensi dan keuletan agar mau tertarik. “Kami yang ditinggalkan begitu banyak manuskrip menjadi tantangan untuk memeliharanya dan bisa menyebarluaskannya, ” ujarnya. ***

Editor: Shira Ade


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah