Jokowi Ingin Ainun Najib Mengabdi di Tanah Air, NU Juga Punya Sejumlah Kader Cerdas Lain yang Kerja di LN

- 4 Februari 2022, 16:15 WIB
Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama (NU) /PBNU

5.Baktiar Hasan. Ia adalah Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belgia dan Biostatistikawan Utama di Union Chimique Belg (UCB) Brussels, Belgia. Baktiar merupakan peneliti Cancer dan Covid-19.

Saat ini Baktiar tengah meriset virus Covid-19 dan Alzheimer di lembaga UCB yang ia masuki sejak Oktober 2020 lalu itu.  Meneliti Kanker di Eropa Sebelumnya, ia menghabiskan waktu 13 tahun 10 bulan untuk penelitian yang berhubungan dengan kanker paru dan cutaneous lymphoma di European Organisation for Research and Treatment of Cancer (EORTC). Di lembaga itu juga, ia fokus melakukan riset tentang endocrine tumor. 

Baktiar mencobakan obat baru, metode tertentu, yang ada hubungannya dengan radioterapi, hingga operasi sebagai sebuah penanganan terhadap penyakit kanker. Ia menyampaikan bahwa risetnya tersebut dilakukan guna menemukan pengobatan yang paling cocok. Pasalnya, kebanyakan kanker paling tidak hingga saat ini memang tidak bisa hilang sepenuhnya.

Tetapi, dengan pengobatan yang maksimal setidaknya dapat memperpanjang harapan hidup dari pasien.  Peneliti kelahiran Sulawesi Tengah mengawali perjalanan karirnya dengan menempuh studi magister statistika terapan di Universitas Guelph, Kanada, pada tahun 1997.

Keberangkatannya ke Negeri Pecahan Es itu ditempuh setelah melalui proses yang cukup panjang. Baktiar tumbuh dan mengembangkan masa kecilnya di Madrasah Al-Khairat, Kolonodale, Morowali Utara, Sulawesi Tengah.  Ia menempuh pendidikan dasar dan menengah pertama di tempat tersebut, sebelum melanjutkan pendidikan menengah atas dan menamatkannya pada tahun 1987.

Kemudian, ia melanjutkan studi sarjananya pada bidang Pendidikan Matematika di Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Setelah menamatkannya pada tahun 1992, Baktiar muda langsung diangkat menjadi pengajar di almamaternya tersebut pada tahun berikutnya (1993). 

Pada 1994, ia mengikuti program bridging selama setahun lebih di Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai bekal ke Kanada. Pagi belajar di kampus ITB, sore ia mendalami bahasa Inggris. Ia mengaku saat awal-awal tidak menguasai bahasa Inggris secara baik. Bayangkan saja, katanya, skor TOEFL yang diperolehnya hanya 300 saja, sementara untuk mendapatkan beasiswa Canadian International Development Agency (CIDA), dibutuhkan skor TOEFL setidaknya 570. 

Setelah menamatkan studi doktor, ia melanjutkan posdoktoral di kampus yang sama selama setahun (2004-2005), sebelum meneruskan perjalanan ilmiahnya di National Cancer Institute of Canada (NCIC), Queen’s University, Ontario, Kanada (2005-2007).

Baca Juga: Alasan Kesehatan dan Keselamatan Pemain, Dewa United Dukung Langkah IBL Hentikan Sementara Seri Bandung

6.Ahmad Ataka. Ia adalah Doktor Muda Ahli Robotik Lulusan Universitas King’s College, London, Inggris di usia 27 tahun. Putra Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Yogyakarta adalah penerima Beasiswa Presiden Republik Indonesia (BPRI) yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), salah satu beasiswa paling bergengsi di tanah air.

Halaman:

Editor: M. Jagaddhita

Sumber: nu.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah