Ketahui Makna dan Arti dari Penjor Galungan

10 September 2020, 09:35 WIB
Penjor/ instagram.com/@umahpenjor /

INDOBALINEWS -  Mendengar kata Penjor pasti sudah tidak asing lagi. Ya! Penjor identik dengan budaya Bali saat menjelang Hari Suci Galungan.

Umat hindu khususnya di Bali biasanya ketika menyambut Hari Raya Galungan memasang penjor pada Hari Selasa Anggara Wage Dungulan (Penampahan Galungan) setelah jam 12 siang.

Baca Juga: Sambut Hari Suci Galungan dan Kuningan, 3 Lagu ini Ikonnya

Penjor sendiri merupakan perlambang dari naga basukih, dimana Basukih berarti kesejahteraan dan kemakmuran. 

Melansir dari berbagai sumber, penjor juga merupakan simbul Gunung yang memberikan keselamatan dan kesejahteraan. Bahan untuk membuat penjor terdiri dari sebatang bambu yang ujungnya melengkung, dihiasi dengan janur/ daun Enau yang masih muda serta daun-daunan lainnya.

Baca Juga: Memasak, Tradisi Unik di Tanjung Benoa saat Galungan dan Kuningan

Sedangkan untuk perlengkapan penjor ada pala bungkah (umbi-umbian seperti ketela rambat), pala gantung (misalnya kelapa, mentimun, pisang, nanas dll), pala wija (seperti jagung, padi dll), jajan, serta sanggah Ardha Candra yang dibuat dari bambu, dengan bentuk dasar persegi empat dan atapnya melengkung setengah lingkaran sehingga bentuknya menyerupai bentuk bulan sabit.

Pada ujung penjor digantungkan sampiyan penjor lengkap dengan porosan dan bunga. Memasang Penjor bertujuan untuk mewujudkan rasa bakti dan sebagai ungkapan terima kasih atas kemakmuran yang diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan).

Baca Juga: Masyarakat Bali Berharap Trans Metro Dewata tak Bernasib Seperti Sarbagita

Bambu yang melengkung adalah gambaran dari gunung tertinggi sebagai tempat yang suci, hiasan Penjor yang terdiri dari kelapa, pisang, tebu, jajan, dan kain adalah wakil dari semua tumbuh-tumbuhan dan benda sandang pangan, yang dikaruniai oleh Hyang Widhi Wasa (Tuhan).

Keberadaan bahan-bahan pembuat penjor tersebut tentu memiliki arti dan filosofinya masing-masing. Berdasarkan lontar Tutur Dewi Tapini menyebutkan :

Ndah Ta Kita Sang Sujana Sujani, Sira Umara Yadnva, Wruha Kiteng Rumuhun, Rikedaden Dewa, Bhuta Umungguhi Ritekapi Yadnya, Dewa Mekabehan Menadya Saraning Jagat Apang Saking Dewa Mantuk Ring Widhi, Widhi Widana Ngaran Apan Sang Hyang Tri Purusa Meraga Sedaging Jagat Rat, Bhuwana Kabeh, Hyang Siwa Meraga Candra, Hyang Sadha Siwa Meraga “Windhune”, Sang Hyang Parama Siwa Nadha.

Baca Juga: Puisi Keprihatinan

Artinya : Wahai kamu orang-orang bijaksana, yang menyelenggarakan yadnya, agar kalian mengerti proses menjadi kedewataan, maka dari itu sang Bhuta menjadi tempat/tatakan/dasar dari yadnya itu, kemudian semua Dewa menjadi sarinya dari jagat raya, agar dari dewa semua kembali kepada hyang widhi, widhi widhana (ritualnya) bertujuan agar sang Tri Purusa menjadi isi dari jagat raya, Hyang Siwa menjadi Bulan, Hyang Sadha Siwa menjadi windu (titik O), sang hyang parama siwa menjadi nadha (kecek), yang mana kesemuanya ini merupakan simbol dari Ong Kara.

Penjor galungan bersifat religius, yang mempunyai fungsi tertentu dalam upacara keagamaan,dan wajib di buat lengkap dengan kelengkapannya, membuat penjor untuk upacara memerlukan syarat tertentu, dan sesuai dengan Sastra Agama, agar tidak berkesan sebagai hiasan saja. Di dalam lontar Tutur Dewi Tapini juga telah disebutkan bahwa setiap unsur pada penjor melambangkan simbol-simbol suci, yaitu sebagai berikut :

    Bambu (dan kue) sebagai vibrasi kekuatan Dewa Brahma

    Kelapa sebagai simbol vibrasi Dewa Rudra

    Kain Kuning dan Janur sebagai simbol vibrasi Dewa Mahadewa

    Daun-daunan (plawa) sebagai simbol vibrasi Dewa Sangkara.

    Pala bungkah dan pala gantung sebagai simbol vibrasi Dewa Wisnu.

    Tebu sebagai simbol vibrasi Dewa Sambu.

    Padi sebagai simbol vibrasi Dewi Sri

    Kain putih sebagai simbol vibrasi Dewa Iswara..

    Sanggah sebagai simbol vibrasi Dewa Siwa.

    Upakara sebagai simbol vibrasi Dewa Sadha Siwa dan Parama Siwa. (***)

Editor: Gede Apgandhi Pranata

Tags

Terkini

Terpopuler