“Pesan-pesan Mantra pada setiap karya padat akan probiematika keseimbangan hidup manusia. Lukisan, instalasi, maupun karya-karya digitalnya menyimpan rasa penasaran yang berbasis pada konsep sekala-niskala", ujar Miekke.
Bagi seniman seperti Mantra Ardhana, teknologi digital dan internet sebagai perangkat(tools) guna memproduksi karya seni visual bukanlah hal baru.
Di sela-sela praktik analognya, di tahun 2000 ia membeli komputer dan digunakannya untuk eksperimen serta eksplorasi, yang hasilnya berupa imajilgambar) digital, cetak di atas kanvas( print on canvas) dengan sentuhan analog(retouch), maupun video art yang terpadu dengan elektronic music.
Baca Juga: Jumlah Perokok Anak dan Remaja Meningkat dalam 5 Tahun Terakhir
Selanjutnya, internet bukan hanya berfungsi sebagai media distribusi karya-karya digital tersebut, namun capaian termutakhir dari teknologi informasi yaitu: Artificial Intelligence(Al), juga dimanfaatkan oleh Mantra. Ini terwujud pada satu karya new media yang disajikan dalam pameran dengan judul “THE BRAYUT".
Karya ini terinspirasi oleh cerita klasik masyarakat Bali tentang kegigihan seorang ibu bernama Men Brayut, yang melahirkan 18 anak hingga membesarkannya.
Atas keteguhan, ketabahan dan kesucian hatinya, masyarakat Bali menjadikan Men Brayut sebagai ikon kebajikan dan kebijaksanaan.
Baca Juga: Anggota Dewan Nyentrik Kari Subali Kembali Datangi RSUP Prof Ngoerah, Ada Apa Lagi
Mantra mempresentasikan THE BRAYUT dalam bentuk trilogi, yang materinya dibangun dari olahan digital serta AI kemudian dipersinggungkan dengan prinsip grafika dan rangkaian elektronik.
Karya ini pada dasarnya berupa gambar diam( Sti// image), namun atas saling silang medium dan disiplin ilmu tersebut terciptalah ilusi yang menggerakkan( Kinetic), serta memperdalam dimensi hingga nampak bervolume(3D).