Gaduh Wacana Impor Beras, Gde Sumarjaya Linggih: Bulog Jangan Cuci Tangan

29 Maret 2021, 08:57 WIB
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih, SE, MAP. /Indobalinews/M Susanto Edison

INDOBALINEWS - Wacana impor beras kembali gaduh. Ironisnya, Bulog sebagai pelaksana impor beras justru berusaha mendiskreditkan institusi lain terkait wacana ini.

Hal ini menuai kritik keras dari Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih, SE, MAP. Menurut dia, Bulog seharusnya tidak boleh cuci tangan ketika wacana impor beras menjadi gaduh seperti saat ini.

"Satu-satunya institusi sebagai pelaksana untuk melakukan impor beras adalah Bulog. Tidak ada institusi lain," kata Gde Sumarjaya Linggih, kepada Indobalinews, Minggu 28 Maret 2021.

Baca Juga: Terduga Pelaku Bom Makassar Pria dan Wanita Jaringan JAD, Pernah Beraksi di Filipina

Baca Juga: PMKRI Denpasar Mengutuk Keras Aksi Teror di Depan Gereja Katedral Makassar

"Jadi, menurut saya agak janggal juga ketika pihak Bulog berusaha mendiskreditkan institusi lain dalam rencana impor beras baru-baru ini yang sedang hangat diperbincangkan," imbuhnya.

Politisi Partai Golkar asal Bali ini mengatakan, harus dipahami bahwa kebutuhan beras nasional mencakup tiga segmen.

Pertama, beras untuk kesejahteran rakyat (Kesra) biasanya digunakan oleh pemerintah untuk disalaurkan kepada masyarakat kurang mampu atau yang lumrah disebut beras bantuan sosial (Bansos).

Kedua, beras untuk cadangan beras nasional. Beras ini disediakan sebagai pasokan beras cadangan yang akan digunakan pada saat beras mengalami kelangkaan.

"Ketiga, beras komersil yang dijual di pasar untuk konsumsi publik," ucapnya.

Baca Juga: Kilang Minyak Balongan Terbakar, 4 Warga Luka Bakar

Baca Juga: Satpam Gereja Luka Bakar Serius di Wajah, Korban Bom Makassar Bertambah Jadi 20 Orang

Selanjutnya, demikian Gde Sumarjaya Linggih, harus diakui bahwa sudah menjadi persoalan dari tahun ke tahun, kebutuhan beras nasional tidak cukup terpenuhi dari hasil produksi petani dalam negeri.

Oleh sebab itu, kata dia, impor beras sudah lumrah dilakukan setiap tahun. Waktu impor beras juga diatur sedemikian rupa.

"Ketika hasil panen dari petani kita sedang melimpah, belum perlu dilakukan impor dalam rangka melindungi kepentingan petani kita. Sebaliknya ketika beras langka belum dapat ditutupi oleh petani dalam negeri, maka mau tidak mau harus dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum," tandas Gde Sumarjaya Linggih.

Baca Juga: Bom Makassar 14 Luka 1 Tewas, Diduga Pelaku di Atas Motor Saat Meledak

Terkait dengan perencanaan ketersedian beras untuk ke depan, imbuhnya, memang harus disiapkan sedini mungkin dalam menghadapi berbagai kondisi dan keadaan ke depan.

Justru akan sangat fatal akibatnya apabila pemerintah tidak menyiapkan perencanaan yang matang untuk menghadapi berbagai kemungkinan ke depan.

"Yang namanya perencanaan, ya, belum tentu tepat seratus persen. Sama halnya misalkan kita menyiapkan rencana APBN, pelaksanaannya belum tentu sama persis dengan apa yang direncanakan," tegas Gde Sumarjaya Linggih.

Selama ini, imbuhnya, jika diperhatikan maka ketidakberdayaan petani juga akibat ketidakmampuan Bulog dalam menyerap produksi gabah petani.

Baca Juga: Bom Makassar Tindakan Keji dan Jauh Dari Ajaran Agama, Kata Menag

"Bulog kalah cepat dibandingkan dengan tengkulak. Pendekatan yang dilakukan oleh tengkulak lebih cepat, padahal seringkali dengan modal yang pas-pasan. Gabah petani baru dibayar setelah digiling menjadi beras. Selain itu, harga beli Bulog lebih rendah dari tengkulak," bebernya.

"Misalnya tengkulak membeli gabah kering petani dengan harga Rp4.100. Sementara Bulog hanya mampu membeli dengan harga Rp3.700. Selain itu juga, Bulog tidak mampu menjual beras. Ini kita bisa buktikan dari adanya stok beras yang sudah tidak layak konsumsi di gudang-gudang Bulog. Ini sudah menjadi rahasia umum, beras Bulog itu identik dengan beras kelas rendah," lanjut Gde Sumarjaya Linggih.

Selaku Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, ia memastikan akan segera melakukan koordinasi di internal Komisi untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Bulog.

Baca Juga: Nyoman Parta Apresiasi Keputusan Presiden Jokowi Batalkan Impor Beras

"Ketika keberadaan Bulog tidak mampu mengatasi persoalan logistik nasional, saya rasa perlu dipertanyakan apakah keberadaan Bulog masih diperlukan. Kalau tidak, untuk apa menghabiskan anggaran negara untuk sebuah institusi yang tidak bermanfaat," tegasnya.

Visi - misi Presiden Jokowi, lanjut dia, ingin maksimal dalam memberikan pelayanan publik. Termasuk efektif dan efesiensi berbagai institusi yang dibiayai oleh negara.

Gde Sumarjaya Linggih pun menyoroti satu lagi sorotan publik akhir-akhir ini, yakni impor beras yang selalu dicuriagai rentan permainan para pemburu rente.

"Sebagaimana saya sampaikan di awal, bahwa satu-satunya institusi yang melaksanakan impor beras adalah Bulog. Oleh sebab itu, ketika ada pemburu rente maka tentu tidak akan jauh dari lingkaran pelaksana impor beras. Hal ini tentunya akan menjadi atensi khusus DPR RI dalam melaksanakan pengawasan," pungkas Gde Sumarjaya Linggih.***

Editor: M Susanto Edison

Tags

Terkini

Terpopuler