Gunakan Kayu Kelapa Teknik 'Palungan' Hasilkan Garam Bali Istimewa Disukai Chef

- 4 April 2021, 23:26 WIB
Ketua TP PKK Provinsi Bali Ni Putu Putri Suastini Koster
Ketua TP PKK Provinsi Bali Ni Putu Putri Suastini Koster /Dok.Humas Pemprov Bali

INDOBALINEWS -Provinsi Bali memiliki garam berkualitas cukup istimewa yang disukai para chef hotel dan restoran yakni memakai kayu kelapa dengan teknik palungan.

"Garam kita luar biasa, orang luar negeri tahu benar kualitas garam kita, tapi kenapa malah yang kita konsumsi ialah garam yang kurang berkualitas?," ucap Ketua TP PKK Provinsi Bali NI Putu Putri Suastini Koster.

Putri menyampaikan itu di sela kunjungannya ke tempat produksi garam 'piramid' di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng Minggu 4 April 2021.

Baca Juga: Hadiri Pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah, Ketegaran Krisdayanti Banjir Simpati

Baca Juga: PDIP Promosikan Arak Bali Jadi Spirit Dunia Sejajar Wisky hingga Vodka

Baca Juga: TNI dan Polri Jaga Misa 'Kerinduan Mencari Yesus Akan Mendatangkan Berkat' di Bali

Dia mengharapkan garam berkualitas tinggi yang diproduksi petani lokal Bali, bisa dinikmati lebih banyak masyarakat dan jangan hanya untuk melayani pasar luar negeri.

Pulau Bali yang wilayahnya kecil, dianugerahi potensi yang luar biasa termasuk hasil garam dari laut

Namun garam Bali yang begitu dikenal karena berkualitas dunia itu, malah terbentur regulasi di negara sendiri.

Baca Juga: Bupati Klungkung Harapkan Kesucian Haji Menjadi Vibrasi Baik Bagi Umat

Baca Juga: Bisnis Bank Wakaf Mikro Sesuai Dua Karakteristik Masyarakat Minangkabau

Kata dia, Indonesia negara kepulauan malah impor garam, ini sungguh aneh. Garam ini sehat dan berkualitas, jadi sudah sepantasnya dimanfaatkan masyarakat Indonesia.

Produsen garam setempat Made Wijana mengaku selama ini pemasaran garam khas Tejakula tersebut terbentur regulasi yang mengharuskan garam yang beredar punya kadar yodium minimal 40 ppm.

Sedangkan untuk pasar luar justru tidak menghendaki demikian, karena yang disukai garam dengan rasa lebih alami.

Baca Juga: ITDC Pastikan Kawasan The Nusa Dua dan The Mandalika Siap Sambut Pembukaan Pariwisata

"Para chef pun lebih suka garam kita, karena lebih mudah mengatur kadar rasanya dalam masakan," kata Wijana.

Pihaknya ingin memberdayakan petani lokal, namun terbentur regulasi. Padahal inginnya bisa diedarkan juga untuk pasar lokal.

Melansir laman Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Buleleng, disebutkan garam istimewa ini hanya ditemukan di Buleleng.

Baca Juga: Intip Tekhnologi WISE dan WIND di Almaz yang Diperkenalkan di Pulau Bali

Teknik produksinya pun berbeda dengan produksi garam lainnya. Tidak seperti garam pada umumnya yang menggunakan petak tambak. Teknik spesial ini disebut dengan teknik "palungan" yang menggunakan kayu kelapa.

Kemudian, proses produksinya yaitu dengan meratakan tanah yang dicampur air laut menggunakan tulud di tambak garam.

Setelah mengering, lapisan permukaan tanah bagian atas dikeruk dan dinaikkan ke atas alat bernama tinjung. Air yang menetes dari dalam tinjung selanjutnya dijemur di dalam palung hingga garam mengkristal dan menghasilkan bentuk seperti piramid.

Baca Juga: Lagi Viral, Jalan Jalan ke Kaliangkrik Menikmati Keindahan Nepal Van Java di Magelang

Belakangan, teknik tersebut dimodifikasi dengan teknologi green house atau rumah kaca. Caranya dengan melarutkan garam palungan yang sudah jadi dengan air tawar.

Lalu larutan garam dimasukkan ke dalam green house atau rumah kaca untuk proses pengeringan.

Jika cuaca cerah, dalam rentang 2-3 hari, garam piramid sudah bisa di panen. Atau bisa berlangsung hingga 1 bulan jika cuaca tidak mendukung.

Mengingat proses pembuatannya yang sangat alami, maka garam piramid ini tidak mengandung bahan pemutih, pengawet maupun atau bahan kimia lainnya. ***

Editor: R. Aulia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah