Rakyat Malaysia Tunggu Sepak Terjang Anwar Ibrahim Berantas Korupsi, Rasisme, dan Kefanatikan Agama

- 25 November 2022, 05:36 WIB
Politisi Datuk Anwar Ibrahim seusai dilantik menjadi Perdana Menteri Malaysia, Kamis 24 November 2022.
Politisi Datuk Anwar Ibrahim seusai dilantik menjadi Perdana Menteri Malaysia, Kamis 24 November 2022. /Instagram @anwaribrahim_my

INDOBALINEWS.COM – Pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim (75), akhirnya dilantik secara resmi sebagai Perdana Manteri pada Kamis, 24 November 2022.

Peristiwa tersebut mengakhiri perjalanan panjang Anwar Ibrahim untuk posisi yang lama diincar dan menyebabkannya harus menjalani hampir satu dekade hidupnya di penjara.

Kini masyarakat Malaysia menunggu sepak terjang Anwar Ibrahim untuk memberantas korupsi dan membersihkan negara ini dari rasisme dan kefanatikan agama, sesuai dengan garis perjuangannya selama ini.

Baca Juga: Program New Colombo Plan Australia Kembali ke Bali

Sebagai pemimpin oposisi, ia pernah memimpin puluhan ribu warga Malaysia dalam protes jalanan pada 1990-an melawan guru yang kemudian menjadi musuhnya, Mahathir Mohamad.

Anwar memulai perjalanan politik sebagai pemimpin pemuda Islam sebelum bergabung dengan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) pimpinan perdana menteri Mahathir, yang memimpin aliansi Barisan Nasional.

Hubungannya yang tegang dengan pemimpin veteran itu membentuk karier Anwar sendiri, serta lanskap politik Malaysia, selama hampir tiga dekade.

Anwar pernah menghabiskan hampir satu dekade di penjara karena kasus sodomi dan korupsi, dua tuduhan keji yang menurut Anwar Ibrahim kental dengan motivasi politik.

Baca Juga: 5 Provinsi Masih Banyak Kasus Aktif PMK, Jawa Tengah Tertinggi

Mahathir menyebut Anwar Ibrahim sebagai teman dan anak didiknya, dan menunjuknya sebagai penggantinya.

Namun, di tengah tuntutan pidana dan perbedaan pendapat tentang bagaimana menangani krisis keuangan Asia pada 1998, Mahathir mengatakan Anwar Ibrahim tidak layak memimpin “karena karakternya”.

Keduanya berdamai sebentar pada 2018 untuk menggulingkan kekuasaan dengan aliansi politik yang pernah mereka miliki, kemudian kembali berselisih dalam waktu dua tahun dan mengakhiri masa pemerintahan mereka yang hanya berusia 22 bulan. Kala itu, Malaysia terjerumus dalam periode ketidakstabilan.

Terpilihnya Anwar Ibrahim  sebagai perdana menteri mengakhiri krisis politik Malaysia setelah pemilihan pada Sabtu, 19 November 2022, menempatkan parlemen ke posisi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca Juga: Arsip Tak Punya Nilai Guna, Penting Dimusnahkan

Meskipun blok progresif Anwar Ibrahim memenangi kursi terbanyak di parlemen, tetapi hasil perolehan suara tidak mencapai mayoritas.

Kepada Reuters, seperti dikutip dari Antaranews, Anwar Ibrahim mengatakan kepada akan berusaha menekankan pemerintahan dan antikorupsi, dan membersihkan negara ini dari rasisme dan kefanatikan agama.

Selama beberapa dekade, Anwar Ibrahim menyerukan inklusivitas dan perombakan sistem politik di negara multietnis itu.

Sekitar 70 persen dari populasi Malaysia yang berjumlah hampir 33 juta terdiri dari etnis Melayu, yang sebagian besar Muslim, dan sisanya adalah kelompok etnis China dan India.

Baca Juga: Tips Menemukan Pasar Saham Terbaik di Dunia Broker Forex oleh George Soros

Anwar Ibrahim menyerukan penghapusan kebijakan yang mendukung orang Melayu dan diakhirinya sistem patronase yang membuat koalisi penguasa terpanjang Malaysia, Barisan Nasional, tetap berkuasa.

Seruannya tentang reformasi bergema di seluruh negeri dan masih menjadi janji utama aliansinya.

Pendukung Anwar Ibrahim mengungkapkan harapan bahwa pemerintahan pemimpin karismatik mereka akan mencegah kembalinya ketegangan bersejarah antara etnis Melayu, mayoritas Muslim, dan minoritas etnis China dan India.

"Yang kami inginkan adalah moderasi untuk Malaysia dan Anwar mewakili itu," kata seorang manajer komunikasi di Kuala Lumpur, yang meminta untuk diidentifikasi dengan nama keluarga Tang.

Baca Juga: Bisa Bawa Pulang Mobil Stargazer di Kompetisi 'StarHunter' dari Hyundai di 5 Kota Besar, Simak Caranya

"Kita tidak dapat memiliki negara yang terbagi oleh ras dan agama karena itu akan membuat kita mundur sepuluh tahun lagi," ujar dia.

James Chai, analis politik ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, menilai Anwar Ibrahim muncul sebagai pemimpin di masa yang tepat.

"Selalu dianggap sebagai orang yang bisa menyatukan semua faksi yang bertikai, sudah sepantasnya Anwar muncul pada masa yang memecah belah," kata Chai.***

 

Editor: M. Jagaddhita


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x