Jaksa Pinangki Dijatuhi Hukuman 10 Tahun Penjara

- 8 Februari 2021, 22:14 WIB
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari, saat menjalani sidang pembacaan Putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari, saat menjalani sidang pembacaan Putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. /Antara/ Reno Esnir

INDOBALINEWS - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Jaksa Pinangki Sirna Malasari terbukti bersalah dalam kasus korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).

Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung itu dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, Jaksa Pinangki 'hanya' dituntut empat tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Baca Juga: Bansos Rp300 Ribu Cair Februari, Penerima Harus Siapkan Dokumen Ini

“Mengadili, menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah,” kata Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 8 Februari 2021.

Majelis Hakim menilai, Jaksa Pinangki terbukti bersalah menerima uang dari Djoko Tjandra. Ia juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang, serta melakukan pemufakatan jahat.

“Menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ketiga subsider,” tegas Hakim Purwanto.

Baca Juga: Langgar Hak Cipta dan Kekayaan Intelektual, Kominfo Putus Akses 360 Konten

Vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan jaksa, karena beberapa hal yang memberatkan Jaksa Pinangki sebagai aparat penegak hukum. Di antaranya, membantu Djoko Tjandra menghindari eksekusi hukuman dalam kasus Bank Bali.

Jaksa Pinangki juga dinilai menutup-nutupi keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. Belum lagi, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, tidak mengakui kesalahan, dan bahkan telah menikmati hasil tindak pidana.

Hal memberatkan lainnya, Jaksa Pinangki juga dinilai tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Baca Juga: Happy Ending, Kisah Ibu dan Anak yang Terpisah Selama 23 Tahun

Meski ada beberapa hal yang memberatkan, namun ada pula poin yang dinilai meringankan Jaksa Pinangki.

“Terdakwa bersikap sopan di persidangan, terdakwa adalah tulang punggung keluarga, mempunyai tanggungan seorang anak yang masih kecil berusia 4 tahun. Terdakwa belum pernah dihukum,” papar hakim.

Diketahui, dalam dakwaan pertama, Jaksa Pinangki dinilai terbukti menerima uang suap USD 500 ribu dari Djoko Tjandra. Ia menerima USD 450 ribu, dan sisanya diberikan kepada Anita Kolopaking.

Baca Juga: Kenapa Donor Plasma Covid-19 Bisa Selamatkan Nyawa Sesama di Tengah Pandemi, Ini Jawabnya

Uang tersebut diberikan agar Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi dua tahun penjara dalam kasus cessie Bank Bali dengan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) melalui Kejagung. Atas perbuatan itu, Jaksa Pinangki dinilai melanggar Pasal 11 UU Tipikor.

Dakwaan kedua, Jaksa Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai USD 375.279. Uang tersebut merupakan bagian dari suap yang diberikan Djoko Tjandra sebesar USD 450 ribu.

Uang tersebut digunakan Jaksa Pinangki antara lain untuk membeli mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen di AS, pembayaran dokter kecantikan di AS, pembayaran dokter home care, dan pembayaran kartu kredit. Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dakwaan ketiga, Jaksa Pinangki dinilai melakukan pemufakatan jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai USD 10 juta. Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 15 jo Pasal 13 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor.***

Editor: Marianus Susanto Edison


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x