Baca Juga: 6 Kasus di Indonesia, Virus B117 Bisa Dideteksi Dengan Tes Antigen dan PCR
Sementara itu menurut Dr Larry Schlesinger, presiden dan kepala eksekutif Texas Biomedical Research Institute di San Antonio dalam Healthline, Minggu 14 Maret 2021 yang dikutip indobalinews.com dari antara mengatakan perempuan pada umumnya memiliki respons yang lebih kuat terhadap vaksin.
Hal itu karena tubuh perempuan lebih cepat dan lebih kuat dalam hal mengaktifkan 'benda atau sesuatu' yang diperkenalkan oleh vaksin ke dalam tubuh.
"Penyakit menular pada umumnya selalu tentang respon kekebalan dan bukan bug-nya," kata Dr. Larry Schlesinger.
Lebih lanjut menurutnya pada perempuan ada respons yang bersemangat dan lebih kuat (terhadap banyak vaksin). Para ahli mengatakan tantangan saat ini adalah untuk membagikan informasi tersebut tanpa menimbulkan kekhawatiran atau alasan untuk menghindari vaksin COVID-19.
Baca Juga: Fakta Pembunuh Berantai di Bogor : Positif Narkoba Hingga Cari Mangsa Dari Facebook
Baca Juga: Keburu Viral, Bule Yang Buka Kelas Orgasme di Ubud Bali Diamankan Polisi
Senada dengan keduanya, Julianne Gee, MPH dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan bahwa penelitian tersebut yang merupakan bagian dari pelacakan berkelanjutan CDC terhadap vaksin dan dampaknya, tidak boleh mempengaruhi siapa pun untuk tak melakukan suntikan.
"Penyakit COVID-19 dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian, dan vaksinasi merupakan alat pencegahan yang penting untuk mencegah penyakit dan komplikasi. Vaksin COVID-19 akan membantu masyarakat kembali normal," kata Gee.
Baca Juga: Ini Manfaat Berdiri, Dari Bakar Kalori Hingga Kurangi Risiko Penyakit Jantung