Makna yang Terkandung dalam Upacara Pelebon Ida Pedanda Gede Made Buruan di Karangasem

8 Desember 2021, 11:50 WIB
Prosesi upacara palebon atau pertiwaan Ida Pedanda Gede Made Buruan dari Geria Ulon, Banjar Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Selasa 7 Desember 2021. /Dok Lius

 

 

INDOBALINEWS - Puncak upacara Palebon atau palebon  Ida Pedanda Gede Made Buruan dipuput oleh 14 pendeta Hindu.

Sebagian besar merupakan sisya (siswa) dari almarhum Ida Pedanda Gede Made Buruan. Rangkaian upacara palebon atau pertiwaan Ida Pedanda Gede Made Buruan dari Geria Ulon, Banjar/Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem yang saat walaka bernama Ida Bagus Made Dereda, memasuki puncaknya pada Selasa 7 Desember 2021 yang berlangsung di Griya Ulon Jungutan, Karangasem.

Ida Pedanda Gede Made Buruan merupakan pendeta Bawa Sisya artinya pendeta Hindu yang sudah punya banyak siswa yang menjadi pendeta (pendeta yang melahirkan banyak pendeta baru secara spiritual).

Baca Juga: Uni Eropa dan Bali Bahas Potensi Perdagangan dan Investasi

Dari 14 pendeta Hindu yang memimpin upacara pertiwaan atau palebon ini 8 diantaranya merupakan sisya dari Ida Pedanda Gede Made Buruan.

“Jadi para sisya beliau menghaturkan ngayah (memberikan pengabdian dan penghormatan) sebagai bentuk penghormatan kepada Ida Bhatara lebar (Ida Pedanda Gede Made Buruan),” tutur Ida Bagus Made Gunawan, putra kedua Ida Pedanda Gede Made Buruan yang sekaligus merupakan manggala karya upacara pertiwaan (ketua panitia upacara) ditemui di sela-sela puncak upacara.

Ida Pedanda Gede Made Buruan lebar (meninggal dunia) pada 21 November 2021 bersamaan dengan acara penyinepan (penutupan) pujawali di Pura Besakih.

Baca Juga: Hujan Mengguyur Bali Seharian, Balita Terjebak Banjir di Legian

Ida Pedanda Gede Made Buruan dari Geria Ulon, Banjar/Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem yang saat walaka bernama Ida Bagus Made Dereda, lebar (meninggal dunia) di usia 85 tahun. Semasih walaka almarhum berprofesi sebagai guru, namun sempat dikaryakan selama tiga periode menjadi anggota DPRD Karangasem dari Fraksi Golkar.

Alhamrhum juga merupakan ayahanda dari salah satu politisi senior Bali Ida Bagus Oka Gunastawa atau yang akrab disapa Gus Oka yang pernah menjabat Ketua DPW Partai NasDem Bali dua periode. Almarhum Ida Pedanda Gede Made Buruan lebar meninggalkan 6 anak dan 13 cucu, sedangkan istrinya Ida Pedanda Rai Pemayun telah lebar pada tahun 2018 lalu. 

Baca Juga: Tak Berniat Lecehkan Profesi Wartawan, Personel Paspampres Minta Maaf

Gunawan menjelaskan pada 22 November Ida Pedanda diupacarai dengan macemana yang ditandai dengan prosesi pembersihan puspa (jenazah) Ida Pedanda lalu dibungkus (ngelelep) dengan kain kafan sebelas lembar dengan makna posisi tertinggi karena Ida Pedanda adalah seorang pendeta Hindu.

Setelah itu Ida Pedanda dinaikan ke balai semanggen (semacam tempat peristirahatan sementara sebelum diaben). Setelah naik di balai semanggen setiap hari keluarga memberikan suguhan setiap hari, setiap siang dan malam serta ada pendeta yang memberikan puja (doa) menghantarkan persembahan suguhan ini.

Baca Juga: Pemuda 22 Tahun Gantung Diri di Jembatan Tukad Bangkung

Lalu prosesi berlanjut pada tanggal 4 Desember 2021 yang bernama matetangi, yang dipuput tiga orang pendeta. Lalu pada tanggal 5 Desember 2021 yang bertepatan dengan rahina Kajeng Keliwon dilanjutkan dengan upacara besar bernama pebengan yang dipuput tiga orang pendeta.

Selanjutnya pada tanggal 6 Desember 2021 upacara berlanjut dengan prosesi nyurat kereb sari yang hanya boleh dipuput (dipimpin) dan dilakukan oleh pendeta tertentu yang usianya lebih tua (lebih senior) dari almarhum Ida Pedanda Gede Made Buruan dan secara strata lebih tinggi.

Lalu dilanjutkan upacara narpana yang dipimpin tiga orang pendeta selanjutnya persembahyangan bersama. Kemudian meras putu dimana semua cucu Ida Pedanda Gede Made Buruan (cucu biologis dan ideologis) semua berkumpul memberikan penghormatan melalui pemberian suguhan dengan makna agar mereka yang masih hidup diberikan kekuatan oleh sang kakek dari alam yang berbeda.

Baca Juga: Tips Jitu Bagi Start Up Pemula untuk Sukses dan Berkelanjutan

Selanjutnya pada hari Anggara Paing Pujut, Selasa 7 Desember 2021 merupakan puncak acara pertiwaan atau pelebon Ida Pedanda Gede Made Buruan dimana setelah lewat jam 12 siang puspa (jenazah) Ida Pedanda baru dihantarkan ke tempat pembakaran.

Gunawan menjelaskan ada perbedaan dalam upacara pertiwaan atau pelebon Ida Pedanda Gede Made Buruan dengan upacara pelebon/ngaben pada umumnya.

“Ada sedikit perbedaan dari upacara pertiwaan ini karena beliau adalah pendeta Hindu dari golongan Brahmana. Misalnya alat-alat puspa atau uparangga (sarana ucapara untuk mengantarkan puspa/jenazah ke tempat pembakaran) itu berbeda. Contohnya pengantar pengusung puspa (jenazah) memakai lembu bukan banteng, secara warna juga berbeda dengan memakai lembu putih,” urainya.

Baca Juga: Bali Startup Summit di STMIK Primakara: Wujudkan Pulau Dewata Surganya Startup Digital

Lembu putih digunakan karena pendeta Hindu itu disetarakan dengan Bhatara (Dewa) Siwa dimana lembu merupakan kendaraan Dewa Siwa. Hal ini berbeda dengan yang Walaka (mereka yang belum di-dwijati menjadi pendeta Hindu.)

Lalu tempat pengusungan puspa atau jenazah dinamakan padma karena itu juga merupakan stana (tempat) Bhatara (Dewa) Siwa. Di belakangnya ada simbol-simbol angsa, empas (sejenis kura-kura), naga. Padmanya berwarna putih dan ada keperakan sebagai lambang kesucian. Jadi namanya bukan bade atau wadah seperti yang diperuntukkan bagi mereka yang masih walaka.

Baca Juga: Gubernur Koster Kecam Pelecehan Terhadap Kesenian Tradisional Bali Joged Bumbung

Gunawan menjelaskan upacara pelebon atau pertiwaan ini merupakan upacara yang bertujuan untuk menyatukan unsur-unsur Panca Maha Butha kepada alam. Panca Maha Butha ini merupakan 5 elemen dasar pembentuk alam, baik itu alam makrokosmos atau tubuh manusia maupun mikrokosmos atau alam semesta. Panca Maha Butha ini terdiri atas Akasa (unsur zat ether), Bayu (unsur zat gas), Teja (unsur zat panas/cahaya), Apah (unsur zat cair) dan Perthiwi (unsur zat padat).

“Jadi dalam pelebon atau pertiwaan ini kenapa puspa/jenazah dibakar bukan dikubur karena proses pembakaran itu lebih cepat mengembalikan unsur-unsur Panca Maha Butha penyusun tubuh ini kepada alam,” terang Gunawan. ***

 

 

Editor: Shira Ade

Tags

Terkini

Terpopuler