"Masih ada 38,8 persen yang tidak puas terhadap aparat penegak hukum, terutama mengarah pada penanganan pelanggaran hak asasi manusia, kriminalitas, dan kasus korupsi," katanya.
Katanya, penilaian publik terhadap kejaksaan pada beberapa aspek pada umumnya cenderung positif atau lebih banyak yang menilai positif dibanding negatif.
Fahmi menjelaskan bahwa penilaian yang paling positif berkait kejaksaan tercatat 83,6 persen menilai pemberantasan korupsi atau kasus-kasus korupsi kelas kakap yang diungkap oleh Kejaksaan Agung.
Hal itu dinilai sangat memuaskan publik, dan hanya 10,7 persen yang tidak puas, kemudian sebanyak 5,7 persen tidak memberikan penilaian.
Baca Juga: Indonesia dan Mesir Tanda Tangani MoU Produk Ban Bernilai 20 Juta Dolar AS
Ia menyebutkan kejaksaan menangani perkara yang memiliki nilai kerugian yang cukup besar, menangani korporasi sebagai pelaku tindak pidana, serta menangani perkara yang bersentuhan dengan sektor penerimaan negara.
Publik menilai kejaksaan bisa menginisiasi penindakan tindak pidana korupsi yang merugikan perekonomian negara.
Kejaksaan Agung dan kejaksaan di seluruh Indonesia menyelamatkan keuangan negara Rp19,2 triliun dan telah berkontribusi untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBB) sebesar Rp346,1 miliar.
Namun, katanya, masih ada penilaian negatif terhadap kejaksaan yaitu menilai jaksa tidak bersih dari praktik suap.