Kasus Penutupan Pintu LABHI di Denpasar, Istilah Premanisme Pemerasan Berlebihan, Begini Kata Kriminolog Unud

- 31 Juli 2023, 12:17 WIB
Dr Gde Made Swardhana.
Dr Gde Made Swardhana. /Dok Agustinus P

INDOBALINEWS - Kasus penutupan pintu kantor hukum Lembaga Advokasi Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) di kawasan Badak Agung belum lama ini mengundang komentar pakar hukum yang juga kriminolog.

Kriminolog Universitas Udayana, Dr. Gde Made Swardhana mengaku prihatin dengan berkembangnya opini yang tidak tepat di sejumlah media massa terkait kasus Badak Agung Denpasar.

”Berdasar latar belakang masalahnya, tindakan yang dilakukan pengembang di Badak Agung bukan penyegelan, tapi lebih kepada shock teraphy untuk pihak kedua yang belum memenuhi kewajibannya. Jaadi terlalu berlebihan kalau tindakan itu disebut penyegelan, mengerahkan premanisme dan pemerasan,” kata Gde Made Swardhana kepada wartawan di Denpasar, Sabtu 29 Juli 2023.

Baca Juga: ITIF Digelar Perdana Bahas Tantangan Penerapan Investasi Hijau

Menurutnya, berdasar latar belakang, kasus Badak Agung dilatari perjanjian antar dua pihak.

Yaitu pihak pertama yang diwakili Ida Tojokorda Ngurah Jambe Pemecutan (alm) dan Made Suardana SH, selaku pihak kedua. Dalam perjanjian itu pihak kedua yang diberi tugas memecah lahan di Badak Agung yang merupakan Laba Pura Merajan Satria seluas 12 hektar yang sudah dimohonkan sertifikat oleh almarhum, Tjokorda Ngurah Mayun Samirana (sebelum jadi raja) pada tahun 1991 terdiri dari 32 sertifikat.

Baca Juga: Investor Didorong Perbanyak Tanam Modal di Sektor Pariwisata Indonesia

Pihak kedua bahkan sudah diberi ”hadiah” berupa lahan seluas 3 are lebih yang kemudian dibangun kantor hukum diatas lahan tersebut.

Namun sampai kasus terjadi pihak kedua tak merealisasikan kewajibannya sebagaimana tertuang dalam perjanjian.

Halaman:

Editor: Shira Ade


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x