TWK Jadi Alat Pimpinan KPK dan BKN untuk Memonopoli Makna Kebangsaan dan Ketaatan terhadap NKRI

- 25 Mei 2021, 08:59 WIB
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). /KPK/

INDOBALINEWS - Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menyebabkan 75 pegawai KPK tidak lolos dinilai sebagai alat untuk memonopoli makna kebangsaan Pancasila dan ketaatan kepada UUD 1945 dan NKRI oleh pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Wadah pegawai KPK telah resmi mengadukan masalah TWK ke Komnas HAM karena menduga ada dua pelanggaran HAM dalam proses TWK tersebut.

Dua dugaan pelanggaran HAM dalam TWK yang diungkap salah satu pelapor dengan nama akun Twitter @hotmantmb dilansir dari pikiran-rakyat.com, Selasa 25 Mei 2021.

Baca Juga: Komnas HAM Selidiki Dugaan Pelanggaran atas Tidak Lolosnya 75 Pegawai dalam TWK KPK

Dia bahkan mengatakan, TWK mirip dengan penelitian khusus (Litsus) era Orde Baru.

Menurutnya, pelannggaran HAM itu pertama TWK dijadikan alat memonopoli makna kebangsaan, Pancasila, dan ketaatan kepada UUD 1945 dan NKRI oleh pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Pelanggaran HAM kedua lanjut dia, adanya perlakuan diskriminatif terhadap pegawai KPK dengan menerapkan TWK untuk menguji kesetiaan para pegawai pada Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.

Baca Juga: Soal Istri Ketiga Ustaz Uje, Umi Pipik Tidak Etis Menyebutkan dan Berharap Tak Perlu Dibesar besarkan

Diketahui, TWK merupakan bagian dari proses peralihan status dari pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

UU Nomor 19 Tahun 2019 yang merupakan UU KPK hasil revisi, mengamanatkan agar seluruh pegawai KPK dialihkan statusnya menjadi ASN.

Dalam pelaksanaannya, terdapat 75 pegawai yang tidak lulus TWK KPK kemudian dinonaktifkan dari jabatannya oleh Ketua KPK.

Baca Juga: Bukan dari Timur Tengah, Kejayaan Islam di Dunia Justru akan Dipimpin Muslim Indonesia

Hal itu kemudian ditegaskan oleh pernyataan Presiden Jokowi yang meminta agar pegawai yang tidak lulus diberi pendidikan kedinasan soal wawasan kebangsaan, alih-alih memberhentikannya.

Pada Senin, 24 Mei 2021, 75 pegawai KPK resmi melapor ke Komnas HAM soal dugaan adanya pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.

"Dengan demikian, membiarkan digunakannya kewenangan secara berbahaya oleh Pimpinan KPK dan BKN untuk memutuskan secara hukum bahwa seseorang tak berpancasila, tidak taat pada UUD 1945, dan tidak setia pada NKRI," cuit akun @hotmantmb.

Baca Juga: Kementerian Kominfo Terbitkan Regulasi, Facebook hingga WhatsApp Wajib Berbagi Data Pribadi Pengguna

"Suatu pengujian, penilaian, dan keputusan hukum hanya boleh dilakukan oleh Majelis Hakim bersandar pada kewenangan lembaga peradilan dalam kerangka negara hukum Indonesia."

Akun @hotmantmb itu menjelaskan, persyaratan setiap pada Pancasila, UUD 1945, dan NKRI bagi pejabat-pejabat publik cukup dibuktikan dengan surat pernyataan, bukan dengan tes wawasan kebangsaan.

Tidak pernah TWK dijadikan syarat untuk membuktikan kesetiaan para pejabat seperti wali kota, wakil wali kota, anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.

Baca Juga: Konsolidasi PDIP Jelang Pemilu 2024 Tanpa Kehadiran Ganjar Pranowo Jadi Sorotan Publik

"Padahal jabatan-jabatan tersebut lebih strategis dan lebih penting dari sekadar pegawai KPK yang beralih status menjadi ASN," tutup dia. ***

Editor: R. Aulia

Sumber: Pikiran-Rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x