World Purple Day: Siloam Hospital Bali Beri Harapan Penderita Epilepsi untuk Kualitas Hidup yang Lebih Baik

29 Maret 2024, 19:44 WIB
Keluarga 2 pasien dan tim dokter Siloam Hospital Bali dalam acara World Purple Day, Hari Epilepsi Internasional 26 Maret 2024. /Shira Indobalinews

INDOBALINEWS - Tak dapat dipungkiri penyakit epilepsi di masyarakat masih menjadi momok yang menakutkan. 

Pasalnya orang awam masih beranggapan penyakit ini tak mungkin bisa disembuhkan. Dan jika anggota keluarga ada yang mengidapnya maka kesengsaraan hidup akan terus membayangi.

Padahal penyakit ini kendati belum ada pengobatan yang bisa sepenuhnya menyembuhkan epilepsi 100 persen namun harapan hidup yang lebih baik bisa terwujud dengan perawatan tepat dan teknik manajemen yang baik hingga pengobatan terakhir operasi. 

Baca Juga: Link Live Streaming Nonton Gratis BRI Liga 1, Madura United vs PSS Sleman, Jumat 29 Maret 2024

Seperti yang dirasakan 2 keluarga sebut saja Kadek Mawar dan Kadek Melati yanng dihadirkan dalam peringatan Hari Epilepsi Sedunia atau World Purple Day yang digelar Siloam Hospital Bali di Denpasar 26 Maret 2024.

Baik ayah Kadek Mawar dan Kadek Melati mengaku sangat terharu ketika anak anak mereka bisa terlihat sehat dan tak terganggu dengan kejang yang selalu jadi hambatan mereka untuk beraktivitas. 

"Bayangkan anak kami sudah belasan tahun kejang setiap hari bahkan sehari bisa puluhan kali, kami sekeluarga sudah mencari pengobatan ke sana ke mari dan saat berjumpa dengan dokter Riantarini dari Rumah Sakit Siloam seperti mendapat harapan baru dan akhirnya setelah operasi anak kami yang biasa tiap hari kejang sekarang sudah 7,5 bulan terbebas dari kejang, " ujar Ayah Kadek dengan mata berkaca-kaca sambil mengucapkan terimakasih berkali-kali kepada tim dokter Siloam yang telah merawat anaknya. 

Baca Juga: Kasus Aiman Witjaksono Dihentikan, Polda Metro Jaya: 'Tidak Bernuansa Politis karena Pemilu Selesai'

(Ka-ki) dr. I Gusti Ayu Made Riantarini, Sp.N, dr. Dewa Putu Wisnu Wardhana, MD, PHd, FICS, FINSS (Neurosurgeon), Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, SpBS, Dokter Bedah Saraf Siloam Group. Shira Indobalinews

Kendati begitu, dr. I Gusti Ayu Made Riantarini, Sp.N dalam kesempatan itu mengatakan, timnya memiliki standar tersendiri yang di atas standar ideal untuk bisa menetapkan pasien sudah sembuh jika tidak lagi kejang selama 5 tahun. 

Dalam kesempatan itu dr. Riantarini juga mengungkapkan bahwa pada momentum Purple Day atau Hari Epilepsi International 26 Maret kemarin, Siloam Hospitals Bali kembali mengingatkan akan pentingnya masyarakat lebih mengenal penanganan epilepsi dan tidak memberikan stigma buruk bagi penderitanya.

Pada kegiatan media gathering atau temu media se Bali, dr. I Gusti Ayu Made Riantarini, Sp.N., menuturkan betapa bermanfaatnya jika penanganan epilepsi diketahui secara luas.

"Karena dengan lebih mengenal Epilepsi , tentu akan turut mendorong keluarga penderita lebih terbuka terhadap penanganan yang lebih tepat", tutur dokter Gusti Ayu Made Riantarini, Sp.N, yang saat ini aktif menangani pasien Epilepsi di RSU Siloam Bali.

Baca Juga: Bursa Transfer Pemain Liga 1: David da Silva Berpeluang Out dari Persib Bandung, Dua Klub Ini Siap Tampung

Adapun kegiatan Purple Day merupakan bagian dari kampanye internasional sejak 26 Maret 2008 di Kanada yang kemudian diikuti 85 negara.

Dalam kegaitan temu media itu juga disampaikan edukasi agar masyarakat tidak mempercayai Mitos dan tidak memberikan stigma buruk terhadap penderita epilepsi

" Harapannya agar memberi manfaat terhadap komunitas dan kualitas hidup pasien semakin lebih baik", sambut dr. Gusti Ayu Made Riantarini,SpN

Apa itu Epilepsi?
Epilepsi merupakan keadaan dimana aktivitas sel saraf di otak terganggu, yang menyebabkan munculnya bangkitan kejang. Gangguan pada sel listrik di otak yang berlebihan ini dapat menimbulkan serangan berulang /perubahan tingkah laku yang bersifat sementara

Menurut Dokter Spesialis Saraf, I Gusti Ayu Made Riantini, epilepsi dapat terjadi sebagai akibat dari kelainan genetik atau cedera otak yang dialami, seperti trauma atau stroke. Faktor resiko lainnya antara lain usia, genetik, cedera kepala, kejadian kejang demam , autoimun dan tumor otak.

"Penderita epilepsi terdata sebanyak 65 juta penduduk di dunia, 1 dari 100 orang dan di Indonesia terdapat 150 ribu kasus pertahun", ungkapnya.

Secara spesifik, 50 persen penyebab epilepsi tidak diketahui.

Dalam kegiatan tersebut dijelaskan pula data kunjungan Pasien Epilepsi di Siloam Hospital Bali periode 2018 hingga 2023, yang terus mengalami kenaikan kunjungan, yaitu dimulai 2018 untuk 442 pasien dan, 2009 : 981 pasien, 2010 yang terus mengalami kenaikan sebamyak 1593 dan data terakhir yaitu di tahun 2023 sejumlah 3510 penanganan dan kunjungan.

Baca Juga: Cek Kelebihan Produk Produk Baru ASUS, Termasuk Lebih Melindungi Data dari Malware dan Phishing

Penanganan Awal dan Penyembuhan
Memasuki sesi ke dua media gathering Siloam Hospitals Bali, dr. Dewa Putu Wisnu Wardhana, MD, PHd, FICS, FINSS (Neurosurgeon) menjelaskan beberapa modalitas yang dapat digunakan dalam deteksi epilepsi dan penyebabnya ,yaitu :

1. Pemeriksaan EEG : Elektroensefalografi
Merekam aktifitas elektrik sportan dari otak, selama periode tertentu (30 menit), dari elektrode yang dipasang dikulit kepala.

2. Melalui MRI (di kepala)

"Hal ini untuk menilai anatomi otak dan menyingkirkan kelainan otak lain sebagai penyebab epilepsi", tutur dokter Dewa Putu Wisnu.

Penyembuhan umum dilakukan melalui pemberian Obat anti Kejang yang Diminum sesuai jenis kejang, usia jenis kelamin dan kondisi metabolik

"Dimulai dengan satu macam obat dosis terendah dan diminum secara teratur", ungkapnya.

Terapi VNS dan DBS

Metode penanganan yang lebih advance untuk mengatasi epilepsi adalah Terapi VNS dan DBS
Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, SpBS
Dokter Bedah Saraf Siloam Group, menjelaskan tentang VNS terapi (juga disebut stimulasi saraf vagus) telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) sebagai terapi tambahan untuk orang dewasa dan anak-anak berusia 4 tahun ke atas.

Disetujui untuk mengobati kejang fokal atau parsial yang tidak merespons obat kejang. "Ini disebut epilepsi yang resistan terhadap obat atau epilepsi refrakter", tutur Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS.

Dijelaskan Dr Made Agus Mahendra, Stimulasi saraf vagus (VNS) dapat mencegah atau mengurangi kejang dengan mengirimkan energi listrik ringan dan teratur ke otak melalui saraf vagus. Sementara itu terapi stimulasi otak dalam (Deep Brain Stimulation) atau DBS merupakan penggunaan alat untuk membantu mengendalikan kejang. "Dilakukan pembedahan untuk memasang alat tersebut, kemudian diprogram di klinik rawat jalan oleh dokter spesialis epilepsi", jelas dokter Made Agus Mahendra Inggas

Baca Juga: Jelang Idul Fitri: Antisipasi Kecurangan Polda Bali Sidak SPBU

Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan melihat gangguan pusat titik lokasi kelistrikan di otak pasien.

Metode ini tentu dipilih berdasarkan indikasi yang sangat kuat dengan mempertimbangkan risiko dan benefit yang bisa dialami oleh pasien

Siloam Hospitals Bali merupakan salah satu rumah sakit unggulan akan penanganan saraf dan bedah saraf di bidang Epilepsi.
dr. Dewa Putu Wisnu Wardhana, MD, PHd, FICS, FINSS (Neurosurgeon) dan Dokter Spesialis Saraf, I Gusti Ayu Made Riantini.***

 

Editor: Shira Ade

Tags

Terkini

Terpopuler