Dua Penyakit Ini Jadi Penyebab Terbanyak Gagal Ginjal

- 12 Maret 2021, 09:33 WIB
Perbedaan kondisi ginjal normal dan ginjal kronis.
Perbedaan kondisi ginjal normal dan ginjal kronis. /Indobalinews/p2ptm.kemkes.go.id

INDOBALINEWS - Ginjal merupakan bagian penting dari tubuh. Ginjal bertugas menyaring darah dan menghilangkan racun dari tubuh.

Ketika terjadi gagal ginjal, tubuh akan kehilangan kemampuan untuk menyaring darah dan membuang limbah yang ada di dalamnya.

Berbagai faktor bisa memicu terjadinya gagal ginjal. Tetapi tahukah Anda, kasus gagal ginjal ternyata disebabkan oleh beberapa penyakit?

Baca Juga: Pandemi Tak Patahkan Semangat Pengrajin Gerabah di Bali untuk Berkarya

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dr Aida Lydia, kasus gagal ginjal paling banyak disebabkan oleh dua penyakit, masing-masing hipertensi dan diabetes.

Selain dua penyakit tidak menular ini, gagal ginjal juga bisa disebabkan radang ginjal, penyakit bawaan serta penyakit infeksi.

Aida Lydia menjelaskan, sesungguhnya ada sejumlah tanda yang bisa seseorang alami saat ginjalnya mengalami penurunan fungsi atau kerusakan. Misalnya urine atau keluarnya sel darah merah dari urine, pemeriksaan darah ada peningkatan kreatinin, biopsi ginjal atau pencitraan.

Baca Juga: ODGJ Mengamuk, Plafon dan Genteng Kantor Satpol PP Rusak

"(Pemeriksaan) fungsi ginjal bisa melalui pemeriksaan LFG atau laju filtrasi glomelurus yang apabila di bawah 60 menandakan sudah ada gangguan ginjal. Apabila hasilnya di bawah angka 15 artinya sudah masuk dalam tahap gagal ginjal atau gangguan sudah sangat lanjut," jelas Aida Lydia, dalam virtual briefing, sebagaimana dikutip Kamis 11 Maret 2021.

Pada tahap gagal ginjal, imbuhnya, pasien akan membutuhkan terapi pengganti ginjal. Saat ini ada tiga pilihan terapi yakni hemodialisis (HD), continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) serta transplantasi ginjal.

Dari sisi proses, HD dibantu mesin yang pelaksanannya dilakukan 2-3 kali seminggu di rumah sakit. Sementara CAPD bisa dilakukan mandiri di rumah atau tempat kerja dan menjadi terapi pilihan pasien dengan gangguan jantung.

Baca Juga: Ini 6 Skill yang Paling Banyak Dicari Tahun 2021

Pada terapi HD fungsi ginjal bisa cepat hilang, sementara CAPD mempertahankan fungsi ginjal. Kemudian dari sisi mortalitas, CAPD pada 2-3 tahun pertama lebih rendah, sementara HD 2-3 tahun pertama lebih tinggi.

"Ketiga modalitas ini terapi terintegrasi. Pasien yang CAPD suatu saat perlu HD, dan sebaliknya atau mendapatkan kesempatan transplantasi. Masing-masing terapi memiliki kelebihan dan kekurangan," ujar Aida Lydia.

Di Indonesia, menurut dia, pasien yang menjalani hemodialisis paling banyak usia produktif yakni 45-54 tahun, diikuti usia 55-64 tahun.

Baca Juga: 10 Kebiasaan Buruk Ini Dapat Merusak Otak, Salah Satunya Minum Alkohol

Terapi ini masih terbanyak dilakukan pasien dengan total 99 persen, ketimbang CAPD yang baru 1 persen dari layanan terapi pengganti ginjal. Sementara itu, masih sangat sedikit pasien yang menjalani transplantasi ginjal.

Sementara itu dokter spesialis ginjal sekaligus gizi dari PERNEFRI Haerani Rasyid mengatakan, pasien yang mengalami masalah ginjal termasuk gagal ginjal akan mengalami keluhan-keluhan terkait pemenuhan nutrisinya.

Baca Juga: Kecelakaan Bus Sumedang : Diselidiki Kelebihan Muatan Hingga Supir Pakai Aplikasi Peta Online

Seperti mual, menurunnya nafsu makan seiring penurunan fungsi ginjalnya. Akibatnya, pasien rentan mengalami malnutrisi dan ini akan lebih menurunkan kualitas hidupnya.

"Kami mencoba memberikan intervensi nutrisi sesuai dengan beratnya penurunan fungsi ginjal serta modalitas terapi pada kondisi pasien, apa dia menjalani proses hemodialisis atau tidak," ucapnya.

Intervensi nutrisi yang dilakukan berupa pemberikan gizi sehat bagi pasien dengan komponen makronutirisi seperti karbohdirat, protein dan lemak, serta mikro seperti vitamin dan mineral.***

Editor: M Susanto Edison

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x