INDOBALINEWS - Warga Aceh menolak kedatangan pengungsi Rohingya. Salah satunya Warga Desa Pante Sukon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Aceh menolak kedatangan pengungsi Rohingya gelombang ketiga dalam bulan ini yang hendak mendarat ke kawasan itu, pada Kamis 16 November 2023.
Kabid Humas Polda Aceh Kombes Joko Krisdiyanto mengatakan mulanya warga yang mengetahui kedatangan pengungsi Rohingya berbondong-bondong ke pesisir pantai untuk menolak mereka.
"Warga setempat menolak dan menyuruh imigran Rohingya itu naik lagi ke kapal. Salah satu alasan penolakan yang berkembang, karena imigran Rohingya yang pernah terdampar sebelumnya berperilaku kurang baik dan tidak patuh pada norma-norma masyarakat setempat," kata Joko kepada wartawan dilansir dari berbagai sumber.
Baca Juga: Pemilu 2024: Todung Mulya Lubis Pertanyakan Konsistensi KPU Laksanakan UU Soal Debat Capres-Cawapres
Namun, kata Joko, setelah diberi pengertian oleh aparat kepolisian, warga setempat bersedia memberikan bantuan makanan dan minuman, termasuk bahan bakar minyak, serta menyediakan boat untuk menarik kapal yang ditumpangi imigran Rohingya kembali ke laut.
Ada 5 pengungsi Rohingya yang tinggal di lokasi karena dalam kondisi lemah dan membutuhkan perawatan medis. Mereka sudah ditangani oleh pihak UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dan sementara waktu diungsikan ke Gedung SKB Cot Gapu, Bireuen.
Baca Juga: Update Harga Sembako Sabtu 2 Desember 2023, Harga Sembako Terpantau Tinggi
Polda Aceh akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk dapat bekerja sama dalam penanganan imigran Rohingya. Ia juga mengimbau agar warga setempat tidak bertindak anarkis, dan tetap memperlakukan mereka dengan baik. Tercatat jumlah pengungsi Rohingya gelombang ketiga tersebut berjumlah 249 orang.
Sejak Selasa (14/11), 200 pengungsi Rohingya tiba di Pantai Kulee, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie. Sehari kemudian satu kapal yang mengangkut 174 pengungsi Rohingya tiba di Kecamatan Batee, Pidie.
Dilansir dari Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 6 No. 1 Tahun 2023 tentang Etnis Rohingya adalah minoritas Islam di Myanmar dan minoritas terisolasi di Myanmar.
Baca Juga: Liga 1: Persik Kediri vs Dewa United, Macan Putih Intip Peluang Dekati 4 Besar Klasemen
Di Negara Bagian Rakhine telah berada di Myanmar sejak abad ke-8, bahkan sebelum Inggris berkuasa di Negara Bagian Rakhine dan Burma antara tahun 1824 dan 1948. Keberadaan Burma di Negara Bagian Rakhine sekitar tahun 1870 menyebabkan gesekan antara Rohingya dan kelompok etnis lain di Negara Bagian Rakhine yang berujung pada konflik Rohingya. Berlanjut hingga tahun 20-an dan 30-an, ketika ekonomi mengalami resesi, hingga penduduk Burma menargetkan Rohingya dan memaksa sebagian dari mereka meninggalkan wilayah.
Sebagian pengungsi Rohingya mengungsi ke negara terdekat seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Sementara Rohingya ke Indonesia mendapat penanganan oleh pemerintah Indonesia dengan mendorong pemerintah Myanmar untuk mempertimbangkan dialog sebagai salah satu opsi untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Baca Juga: Resmi! Kini Bandara Ngurah Rai Layani Penerbangan Langsung dari India
Keputusan menerima pengungsi Rohingya adalah langkah yang dilematis dan memiliki dua mata sisi pisau bagi Indonesia terkhusus Masyarakat Aceh.
Di satu sisi yang dipertaruhkan adalah rasa kemanusiaan rakyat Indonesia dalam menolong sesama manusia.
Namun di sisi lain, apakah Indonesia, khususnya Pemerintah Provinsi Aceh memiliki sumber daya yang cukup untuk menghidupi mereka di tengah tingkat kemiskinan di Aceh yang tinggi - urutan pertama termiskin di Sumatra dan urutan keenam secara nasional.
Baca Juga: Ganjar: Alhamdulillah Saya Awali Desember Ini dengan Sowan ke Saudara-saudara di Kupang
Terlebih lagi, berkaca dari pengalaman yang ada, apakah pemerintah siap menanggulangi potensi munculnya kecemburuan sosial di tengah masyarakat akibat perhatian yang cukup besar kepada para pengungsi tersebut, kata sosiolog dari Universitas Syiah Kuala, Masrizal.***