“Kita tetap ikuti regulasi, tapi pangsa pasar yang menghendaki garam organik tetap kita suplai, justru lebih banyak permintaan garam natural,” kata Nengah Suanda.
Baca Juga: 3 Loket Tiket Baru di Penglipuran dari MUF Bantu Normalkan Pariwisata di Bali
Dengan semakin dikenalnya garam Amed, Bali, kata Suanda, petani garam memiliki semangat produksi. Produksi garam itu dibeli dan dipasarkan melalui pola yang terorganisir satu pintu.
Menurut Suanda, ketika produk garam Amed tidak bisa masuk pasar moderen karena terganjal regulasi nasional, pemerintah daerah menawarkan produk itu kepada pasar lokal.
Dalam hal ini, produksi petani garam Amed diserap oleh pelaku usaha hotel dan restoran di Bali.
Baca Juga: Kasus Roy Suryo dan Holywings Jalan Terus, Polda Metro Jaya Pastikan Tangani secara Profesional
“Pemda memberikan solusi yang membantu pemasaran garam Amed. Kita mulai dilirik oleh retail modern dan sejumlah hotel yang ada di Bali,” kata Nengah Suanda.
Seminar terkait mengangkat produk lokal berkesinambungan itu dihadiri oleh sejumlah narasumber yakni, Founder Javara Helianti Hilman, Director of Export Development Cooperation DGNED Ni Made Ayu Marthini, MPIG Bali Salt I Nengah Suanda.
Acara puncak diisi pertunjukan memasak oleh Chef Bara Pattiradjawane. Acara dipandu oleh moderator Vita Datau dari Initiator of Indonesia Gastronomy Network.
Baca Juga: AVPN Conference: Solusi dan Peluang Dalam Hal Ekonomi yang Berkelanjutan dan Inklusif