Studi Rapid INA Gandeng Pemangku Kebijakan Diskusikan Penggunaan Rapid Test Antigen Covid 19

26 November 2022, 19:18 WIB
Para peneliti dalam Stakeholder Meeting Studi RAPID INA yang digelar 25 hingga 26 November 2022 di Mercure Hotel Sanur Denpasar Bali, bekerjasama FK KMK UGM dan UNSW. /Shira Indobalinews


INDOBALINEWS - Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan the Kirby Institute, University of New South Wales (UNSW) menyelenggarakan Stakeholder Meeting Studi RAPID-INA di Denpasar Bali.

Pertemuan yang digelar selama dua hari pada tanggal 25-26 November 2022 di Mercure Hotel Sanur Denpasar ini merupakan wadah untuk menyampaikan hasil awal penelitian kepada pemangku kebijakan

Selain itu untuk mengajak pemangku kepentingan berdiskusi terkait upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT) Antigen COVID-19 (atau yang sering disebut rapid test antigen).

Baca Juga: Live Streaming Polandia vs Arab Saudi di Piala Dunia 2022 Qatar, Cek Link Nonton Gratis di Sini

Studi dengan tema “Accelerating Uptake of COVID-19 Ag RDTs in the Indo Pacific (Accelerator)” yang bertujuan untuk mendorong perluasan RDT Antigen Covid-19 di fasilitas kesehatan dan memperkuat tingkat kerjasama antara pemerintah dan swasta penyelenggara tes di Indonesia.

Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D., Sp.MK (K) Ketua Peneliti studi RAPID-INA menyampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk memotret implementasi dari penggunaan rapid test antigen, termasuk mengetahui tantangan dan faktor pendukung.

"Serta untuk mengidentifikasi strategi yang dapat mengoptimalkan penggunaannya dalam sistem kesehatan Indonesia,"ujar Prof Tri usai acara yang digelar Sabtu 26 November 2022.

Baca Juga: Persija Jakarta Kirim Panpel Macan Kemayoran Ikut Sosialisasi Peraturan Pengamanan Kompetisi BRI Liga 1

Lebih lanjut ia juga menyampaikan bahwa studi ini berlangsung di Kota Yogyakarta dan Denpasar sejak Februari 2022.

Dan saat ini sudah menyelesaikan pengumpulan data primer berupa survei dan wawancara manajer fasilitas kesehatan (faskes) dan pemangku kepentingan lainnya, vignette survey terhadap tenaga kesehatan yang melakukan tes rapid antigen COVID-19, observasi, serta pengumpulan data sekunder penggunaan rapid test antigen COVID-19.

Baca Juga: Seputar Kanker: Wanita yang Suka Sex Bebas atau Jorok di Bagian Vital, Berisiko Tinggi Terkena Kanker Serviks

Pemaparan lainnya disampaikan oleh Prof. dr. Ari Natalia Probandari, MPH, Ph.D. anggota tim peneliti studi RAPID-INA, Rahbudi Helmi, Staf Bidang Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia , drg. Emma Rahmi Aryani, MM., Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, dan Prof. Virginia Wiseman selaku tim peneliti dari the Kirby Institute UNSW dan dan London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM).

Sementara itu dr. Luh Putu Lila Wulandari, MPH, PhD yang menyampaikan temuan utama studi RAPID-INA. Peraturan terbaru yang dikeluarkan pemerintah terkait penggunaan rapid test antigen adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/3602/2021.

Baca Juga: Salah Satu Cara Memberantas Korupsi Adalah Dimulai dari Keluarga

dr. Wulandari menyampaikan adanya variasi penerapan peraturan tersebut diantara penyedia layanan kesehatan. Ia juga menyoroti perlunya monitoring dan evaluasi, serta pelatihan bagi staf yang melakukan tes di faskes.

Selanjutnya, Utsamani (Ucha) Cintyamena, MPH memberikan paparan tentang keterlibatan sektor swasta dalam mendukung kapasitas pemeriksaan di Indonesia yang sudah berlangsung sejak awal pandemi seperti penyediaan layanan bagi pelaku perjalanan dan pasien di faskes.

Sektor swasta juga berkontribusi dalam pencatatan dan pelaporan kasus pada sistem surveilans. Sayangnya, implementasi ini masih mengalami beberapa tantangan seperti adanya variasi insentif dan kurangnya pengawasan mutu layanan.

Baca Juga: Gempa Cianjur Update Sabtu 26 November 2022: 5 Jenasah Lagi Ditemukan

Selanjutnya, Ucha menyoroti pentingnya kerjasama yang baik antara sektor pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan tes rapid antigen.

Hari kedua dimulai dengan paparan dr. Wulandari tentang positivity rates pada pemeriksaan rapid test antigen pada pasien bergejala. dr. Wulandari menyampaikan bahwa selama Januari-Juni 2022 terdapat lebih dari 92 ribu pengguna rapid test antigen dari 42 faskes di Kota Yogyakarta dan Denpasar.

Mayoritas tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk skrining. Selain itu, terdapat 18 faskes yang menyediakan data lebih dari 1.200 pasien bergejala acute respiratory infection (ARI)/ influenza-like-illness (ILI).

Dan pasien bergejala tersebut memiliki positivity rates yang tinggi saat dites menggunakan rapid test antigen.

Baca Juga: Mensos Bantu Bungkus Bungkus Nasi Padang Saat Membeli Untuk Korban Gempa Cianjur

Paparan selanjutnya dibawakan oleh Habibi Rohman Rosyad, S.Kep., M.Sc yang memaparkan tentang “Pengetahuan dan praktik penyedia layanan kesehatan dalam manajemen penggunaan rapid test antigen”.

Habibi menggarisbawahi bahwa pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan terkait pelaksanaan rapid test antigen masih perlu untuk ditingkatkan terutama dengan meningkatkan kualitas pelatihan.

Baca Juga: Pertamina Tunjukkan Komitmen Penggunaan Energi Ramah Lingkungan di Ajang Penyelenggaraan G20

Dukungan pendanaan untuk studi RAPID-INA diberikan dari The Foundation for Innovative New Diagnostics (FIND), aliansi global untuk diagnostik,

Dalam konteks peran mereka yang lebih luas dalam percepatan akses ke alat COVID-19 global Accelerator.

Pandangan yang diungkapkan oleh penulis dalam studi ini belum tentu mencerminkan pandangan dari lembaga pendanaan.

Kegiatan stakeholder meeting diakhir dengan mengajak pemangku kepentingan untuk berdiskusi tentang upaya yang bisa dilakukan untuk mengoptimalisasi penggunaan rapid test antigen di Indonesia. Sesi ini dipimpin oleh Prof. dr. Ari Probandari, MPH., Ph.D.***

Editor: Shira Ade

Tags

Terkini

Terpopuler