Baca Juga: Kebijakan Penghapusan Tenaga Honorer di Daerah, Dinilai Sengsarakan Rakyat
“Ini akan mendukung kemandirian energi Bali dan pariwisata yang ramah lingkungan. Gubernur juga bisa meminta tarif dasar listrik yang lebih murah bagi warga Bali,” ujarnya.
Mengenai masalah pemanfaatan lahan, dia membantah luas lahan akan mencapai 14 ha. Pihaknya hanya meminta pemanfaatan lahan hanya sekitar 3 HA dan itu pun tidak seluruh lahan dimanfaatkan untuk infrastruktur.
“Kami juga membantah akan ada pembabatan hutan mangrove,” katanya. Dalam tahap awal ini, kata dia, pembangunan yang direncanakan adalah membuat dermaga Jetty untuk kapal pengangkut LNG dari Ladang Gas Tangguh, Papua yang letaknya sekitar 500 meter dari pantai.
Mengenai kekhawatiran bahwa dermaga akan merusak terumbu karang, menurut informasi yang didapatnya, terumbu karang di wilayah itu adalah jenis karang yang sudah mati. Selanjutnya, akan ada penanaman pipa untuk penyaluran gas di kedalaman 10 meter dari Jetty ke terminal LNG yang melewati area mangrove.
“Dengan kedalaman 10 meter itu, pipa tak akan mengganggu akar mangrove yang hanya sampai di kedalaman sekitar 6 meter,” ujarnya.
Terkait masalah keberadaan Pura, dia memastikan, tidak akan mengganggu kesucian Pura. Jarak Pura terdekat dengan Pura ini adalah sekitar 450 meter sehingga tidak ada potensi pelanggaran bila mengacu pada RTRW Kota Denpasar.
Baca Juga: Epilepsi Kumat Saat Menimba Air, Acep Jatuh Sumur Nyawanya Tak Tertolong
Adapun mengenai RTRW, menurutnya, memang ada yang tidak sinkron antara Perda RTRW Denpasar Nomor 8 tahun 2021 yang menyebut wilayah Sidakarya sebagai blok khusus untuk pemanfaatan LNG dengan Perda RTRW Bali Nomor 3 tahun 2020 yang menyatakan daerah itu merupakan wilayah konservasi.