Alasannya, kata dia, adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) no 70 tahun 2020, tentang Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Penerima Upah di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Sejak tahun 2020 lalu sampai 2022, sebutnya, para guru tidak pernah membayar iuran BPJS ini dari sertifikasi.
"Saat itu masih ada keraguan bagi kami untuk melakukan pemotongan, karena belum ada sosialisasi," katanya.
Baca Juga: Jelang KTT Asean Labuan Bajo: Pertamina Prediksi Konsumsi BBM Naik 30% di SPBU Selama Acara
Tetapi karena ada tekanan dari Mendagri maupun Menkeu, kata Abdilah, mau tidak mau, suka tidak suka harus dilakukan pemotongan, walaupun dengan harus mencicil.
Guru yang menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan ini dari sertifikasi itu, sebutnya, tak kurang dari sekitar 5.000 orang lebih.
Sedang jumlah pembayaran iuran setiap triwulannya, kata dia, berjumlah sampai Rp 300 juta.
"Itu harus dibayar, lagi pula para guru ini juga sebelumnya sudah kita sosialisasikan," katanya.
Sementara Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lombok Timur, H. Hasni, menyatakan, pembayaran tunggakan BPJS Kesehatan dari Sertifikasi guru ini, adalah amanat dari Peraturan Menteri Keuangan dengan nomor PMK/78.02/2020, tentang Pelaksanaan Pembayaran Kontribusi Iuran Peserta Penerima Iuran.