Harga Bahan Baku Melonjak, Pelaku Usaha Tahu dan Tempe di Bali Menjerit

- 17 Februari 2021, 14:32 WIB
Salah satu usaha tahu dan tempe di kawasan Padang Sambian, Denpasar.
Salah satu usaha tahu dan tempe di kawasan Padang Sambian, Denpasar. /Indobalinews/Gung De

INDOBALINEWS - Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan telah berdampak buruk bagi berbagai sektor usaha, tak terkecuali usaha tahu dan tempe di Bali.

Pelaku usaha tahu dan tempe bahkan menjerit harga bahan baku yang melonjak. Sementara di sisi lain, harga jual tidak bisa dinaikkan karena akan berpengaruh pada permintaan pasar.

"Harga jual tahu maupun tempe tidak dapat diangkat ke harga lebih tinggi. Padahal harga bahan baku mengalami kenaikan kurang lebih sebesar 50 persen dibanding harga sebelum pandemi merebak," kata Ketua Puskopti (Pusat Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia) Bali H Sutrisno, saat ditemui di salah satu usaha tahun dan tempe di daerah Padang Sambian, Denpasar, Selasa 16 Februari 2021.

Baca Juga: Virus Corona Bertahan Satu Minggu Pada Masker, Bisa Dimatikan

Ia merinci, harga kedelai impor merk Siip saat ini naik dari Rp6.750 menjadi Rp9.750 per kilogram. Sementara harga kedelai impor merk Bola naik dari Rp6.800 menjadi Rp10.000.

Kenaikan harga bahan baku ini diakuinya telah dirasakan sejak tiga bulan lalu. Kondisi ini berdampak pada penurunan produksi hingga 50 persen.

Baca Juga: Sakit Autoimun, Ashanty Positif Covid-19

"Dengan kondisi tersebut, dari 405 anggota se-Bali ada yang menyiasati dengan mengatur volume kedelai hingga ukuran tahu maupun tempe," ucapnya.

"Ini dilakukan karena rata-rata konsumen tidak mau harga tahu dan tempe naik," imbuh Sutrisno.

Baca Juga: Dibangun Sejak 2015, Presiden Jokowi Resmikan Bendungan Tukul di Pacitan

Jika sebelumnya satu kilogram kedelai dijadikan 10 tempe, maka saat ini dijadikan 12 tempe. Volume atau ukurannya lebih menipis dan mengecil.

Berton-ton bahan baku berupa kedelai import bisa dihabiskan dalam waktu sebulan oleh satu anggota. Sementara total satu anggota bisa menghabiskan kedelai rata-rata 3 ton sebulan dengan menghasilkan 810 ton produk.

Baca Juga: OJK: UMKM Harus Pahami Produk dan Layanan Jasa Keuangan Formal

Ia menambahkan, sebagian besar anggota masih memanfaatkan kedelai import bukan bearti kedelai lokal kalah kualitas. Malah sebaliknya, kedelai lokal kualitasnya lebih gurih rasanya, ketimbang kedelai import.

"Akan tetapi saat ini untuk mendapatkan bahan baku kedelai lokal sangat sulit, karena petani sendiri ogah menanamnya atau bisa disebut produksi sangat kecil. Padahal dari segi kualitas, kedelai lokal sangat bagus," jelas Sutrisno, sembari mengharapkan agar pemerintah memikirkan cara guna menstabilkan harga kedelai.***

Editor: Marianus Susanto Edison


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x