Masyarakat Marah Terjaring Razia Pos Penyekatan, Psikolog UGM: Fase Kekecewaan Respons Psikologis Bencana

- 20 Mei 2021, 05:53 WIB
Petugas dari Polda Metro Jaya saat meminta pemudik putar balik
Petugas dari Polda Metro Jaya saat meminta pemudik putar balik /Antara

INDOBALINEWS - Banyaknya masyarakat yang terjaring razia di pos penyekatan larangan mudik yang viral belakangan ini di media sosial lantaran mereka berada pada fase kekecewaan dalam merespons psikologis bencana.
 
Beberapa waktu terakhir viral di media sosial video pemudik marah saat diminta putar balik oleh petugas di titik penyekatan.

Menurut Dosen Psikolog UGM, Dr. Diana Setiyawati, M.HSc.Psy., banyak warga yang marah saat terjaring razia di pos penyekatan karena saat ini mereka tengah berada pada fase kekecewaan.

Baca Juga: Dilaporkan 75 Pegawai yang Tak Lolos TWK, Pimpinan KPK Mestinya Introspeksi

“Kondisi ini secara umum disebut fase kekecewaan dalam respons psikologis bencana. Penuh dengan kekecewaan dan tanda tanya kapan pandemi akan berakhir,” katanya dikutip dari laman ugm.ac.id, Rabu 19 Mei 2021.

Peneliti Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM ini menyebutkan masyarakat sangat sensitif saat berada di masa ini. Kelelahan akibat pandemi menjadikan manusia menjadi tidak rasional.

Adanya pembatasan mobilitas termasuk larangan mudik dan penyekatan di setiap perbatasan wilayah menjadikan ruang gerak manusia sebagai makhluk sosial untuk terhubung secara langsung semakin terbatas.

Baca Juga: Wimar Witoelar Tokoh Intelektual yang Visioner, Ulil Abshar: Selamat Berjumpa Kembali dengan Gus Dur

Bagi sebagian orang bisa beradaptasi melakukan komunikasi dan terhubung secara digital, tetapi ada banyak orang yang tidak bisa melakukan atau beradaptasi dengan cara tersebut.

"Misalnya ayah ibu di kampung, entitas sosial di kampung halaman," katanya mencontohkan.

Dia melanjutkan, sudah 2 kali lebaran tidak bisa mudik, sementara perasaan ingin bertemu keluarga dengan mudik sangat kuat. Kondisi ini bisa dipahami jika menjadikan masyarakat mudah marah karena ini menyakitkan bagi mereka.

Baca Juga: Wimar Witoelar Berpulang Menjelang Hari Reformasi 21 Mei, Moeldoko: Indonesia Kehilangan Tokoh Reformis

"Psikologis masyarakat sudah lelah terhadap pandemi dan hasrat untuk terhubung menjadi sangat besar,” tuturnya.

Terdapat beberapa fase dalam respons psikologi bencana. Pertama, predisaster yaitu situasi normal belum terjadi bencana. Lalu, impact/inventory yakni saat bencana terjadi mosi yang muncul adalah kebingungan, ketakutan, kehilangan, kemudian merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang lebih.

Kemudian fase heroik dimana orang rasa terpanggil melakukan aksi heroik untuk membantu dan menyelamatkan orang lain. Selanjutnya fase honeymoon, biasanya terjadi sekitar 3 bulan awal bencana dengan harapan tinggi untuk segera pulih dari bencana.

Baca Juga: Wimar Witoelar Tokoh Kritis yang Gigih Perjuangkan Demokrasi dan Kebebasan Berekspresi di Indonesia

“Lalu, fase disillusionment, setelah bencana berlangsung beberapa saat orang merasakan kekecewaan  karena pandemi yang tidak selesai-selesai dan merasa kecewa akan kondisi yang ada,” terangnya.

Lanjut dia, pada fase kekecewaan ini, akan mudah mengalami naik turun. Kondisi ini bisa terjadi jika ada situasi pemicu, salah satunya seperti larangan tidak boleh mudik.

Pada fase terakhir adalah rekonstruksi. Ia berharap masyarakat Indonesia bisa segera memasuki fase ini dengan situasi pandemi yang terkendali.

Baca Juga: YouTuber Dian Fransiskasari Minta Warga Jangan Sok Ikut ikutan Mendukung Palestina maupun Israel

Untuk mengatasi kekecewaan di masyarakat akibat pandemi bukanlah hal yang mudah. Penyelesaian tidak cukup dilakukan pada level mikro dengan melakukan manajemen emosi melalui peningkatan spiritualitas dan literasi terkait kondisi pandemi ke masyarakat.

Namun, lanjut Dia, hal itu juga di tingkat makro melalui penetapan kebijakan pemerintah.

Marah karena secara ekonomi kesulitan, tapi tidak mudah bagi Indonesia yang merupakan negara besar memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kondisi ini, kata Dia, memang sulit, pada akhirnya kembali ke keluarga dan individu dan semangat yang harus dikedepankan saat ini adalah gotong royong untuk saling meringankan beban. ***

Editor: R. Aulia

Sumber: ugm.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x