PGN Minta Polisi Serius Tangani Laporan Kasus Dugaan Turut 'Makar' Direktur YLBHI Bali

- 23 Agustus 2021, 15:58 WIB
Rico Ardika Panjaitan (dua dari kiri) bersama tim hukum PGN Wilayah Bali saat di Polda Bali, Senin 23 Agustus 2021.
Rico Ardika Panjaitan (dua dari kiri) bersama tim hukum PGN Wilayah Bali saat di Polda Bali, Senin 23 Agustus 2021. /Dok Awid

INDOBALINEWS - Laporan dugaan tindak pidana makar sebagaimana diatur dalam Pasal 106 KUHP dan dugaan pemufakatan makar Pasal 110 KUHP yang dilakukan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bali, Ni Kadek Vany Primaliraing terus bergulir.

Terbaru, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali memanggil Patriot Garuda Nusantara (PGN) wilayah Bali selaku pelapor.

"Kami dipanggil sebagai saksi untuk dimintai keterangan atas laporan yang kita buat sebelumnya," ucap Rico Ardika Panjaitan selaku tim hukum PGN Wilayah Bali, Senin 23 Agustus 2021 di Mapolda Bali dalam pernyataan resminya.

Baca Juga: WSR, Bangkitkan Nostalgia Musik Pop Indonesia Era Chrisye dan LCCR Prambors

Untuk melengkapi data, Rico mengaku membawa salinan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor putusan MK : 7/PUU-XV/2017 Tahun 2017, di mana dalam putusan disebutkan bahwa delik makar tidak disamakan dengan onslah.

"Onslah itu kan mengangkat senjata, Mahkamah Konstusi beranggapan kalau kita mengangkat senjata artinya perbuatan telah selesai. Nah kalau seperti itu bukan makar lagi, tapi sudah perang namanya," terangnya.

Ia menyatakan akan senang jika polisi meneruskan penanganan kasus yang dilaporkannya. Karena ini berarti penegakan hukum dan konstitusi di Indonesia menemui titik terang.

Baca Juga: 53 Terduga Teroris Ditangkap, Polri Ungkap Sumber Dana dari Iuran Anggota dan Yayasan

Pun ketika polisi tidak melanjutkan kasus ini karena tidak cukup bukti, tidak ditemukan adanya tindak pidana dan lainnya, Rico juga mengaku tetap senang.

"Kenapa saya tetap senang, artinya Kepolisian Daerah Bali yang mewakili Kepolisian Republik Indonesia memperbolehkan tiap-tiap daerah di Republik Indonesia memerdekakan diri," tegasnya.

Ditambahkan pula, selama kurang lebih dua jam, ia mendapat 12 pertanyaan dari penyidik kepolisian terkait laporan yang dibuatnya.

"Tadi saya juga memberi keterangan bahwa dalam hal ini YLBHI Bali bukan sebagai advokat atau lembaga bantuan hukum. Karena andai saja seorang teroris datang ke seorang advokat satu hari sebelum dia melakukan pengeboman untuk konsultasi dan meminta bantuan hukum, apakah advokat tersebut sebagai advokat atau sebagai pribadi turut serta pengeboman apabila dia tandatangan kuasa sebelum pengeboman berlangsung," ungkapnya.

Baca Juga: Tarif PCR di Bandara Ngurah Rai Dipatok Rp495 Ribu

Dijelaskan, laporan bermula ketika puluhan mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan orasi di Kantor YLBHI Bali, Denpasar, Senin (31/5/2021).

Di sana YLBHI Bali ditengarai telah memberikan fasilitas dan pendampingan bagi AMP, yang di mana dalam orasi AMP mengandung pembebasan Papua dan Papua Barat.

"Bahwa sangat jelas dalam orasi dan nanyian yang dilakukan AMP Bali memenuhi unsur pasal 106 KUHP," ucapnya.

Baca Juga: Ada Sesosok Jenazah Berkaos Putih Terapung di Pantai Kedonganan

Rico menerangkan, dalam laporan ke Polda Bali, Selasa (3/8/2021), pihaknya juga melampirkan apa yang di-post di akun Instagram LBH Bali, di mana foto tersebut telah dengan jelas mempertontonkan bendera Bintang Kejora dengan gambar karikatur.

Juga isi video youtube bahwa dalam orasi di YLBHI Bali, AMP menyatakan bahwa “Papua bukan merah putih, Papua bintang kejora”.

Sehingga lanjutnya, dapat diduga YLBHI Bali turut serta, memfasilitasi, memperlancar atau mempersiapkan sebagaimana diatur dalam pasal 110 KUHP.

Baca Juga: Narkoba Bentuk Lain dari Penjajahan Merusak Generasi Penerus

Ditambahkan, sebagai warga negara yang menjunjung tinggi konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia, pihaknya akhirnya angkat bicara dan menggunakan aturan hukum yang ada sebagaimana negara hukum pada umumnya.

"Terlepas di Papua atau Papua Barat ada dugaan pelanggan HAM berat silahkan proses secara prosedur hukum yang ada, tapi untuk merdeka tunggu dulu karena Papua dan Papua Barat masih wilayah administratif Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diakui oleh PBB," tegasnya.***

Editor: Shira Ade


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x