Lockdown Akhir Pekan, Antara Yes Or No

- 5 Februari 2021, 16:05 WIB
ilustrasi lockdown.
ilustrasi lockdown. / Miguel Montejano/pexels.com/@miguelmontejano

INDOBALINEWS - Beberapa hari belakangan wacana penerapan "lockdown akhir pekan" menjadi bahan diskusi sejumlah tokoh politik dan masyarakat di tanah air terutama di wilayah zona merah.

Esensinya gerakan dirumah saja pada akhir pekan diterapkan untuk menekan penyebaran virus-covid-19 yang semakin masif. 

Menyusul sejumlah pendapat bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dirasa tidak efektif. Bahkan ini sudah diakui sendiri oleh Presiden Joko Widodo.

Baca Juga: Korban Bom Bali 1 dan 2 Terima Kompensasi Tindak Pidana Terorisme

Wacana karantina akhir pekan digagas pertama kali oleh legislator dari Fraksi PAN di DPR dan seiring waktu makin banyak dibicarakan terutama untuk di Jakarta dan beberapa kota dengan peningkatan kasus covid-19 yang tinggi. 

Sejumlah pihak mengatakan lockdown akhir pekan harus diikuti dengan sanksi tegas bagi yang melanggar. Kendari begitu ada juga yang tak setuju dengan penerapan sanksi.

Baca Juga: Ini 4 Usulan Bali Pulihkan Ekonomi, Ada Bantuan Modal Kerja

Seperti yang dikatakan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yan tidak ingin petugas berwenang menghukum para pelanggar Gerakan Jateng di Rumah Saja.

Karena gerakan ini untuk membangun perilaku dan kesadaran masyarakat dalam mengurangi jumlah kasus COVID-19.

Baca Juga: Update Penanggulangan Covid-19 di Bali, Kamis 4 Februari 2021

Untuk itu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengajak seluruh masyarakat Jateng untuk tetap di rumah selama dua hari melalui Gerakan Jateng di Rumah Saja. Gerakan ini diharapkan dapat mengurangi kerumunan serta angka positif COVID-19.

"Kalau hukuman rasa-rasanya saya kok tidak mau menghukum rakyat saya ya, tapi Jawa Tengah punya Perda (Nomor 11) Tahun 2013 itu sudah diatur, dan ini (Gerakan Jateng di Rumah Saja, red) bicaranya adalah dua hal yaitu regulasi berjalan tetapi kesadaran juga terbangun," katanya di Semarang, Kamis 4 Februari 2021.

Baca Juga: Truk Tabrak 2 Motor, Warga Solo Tewas Terlempar di Jalan Gatot Subroto Denpasar Bali

Ganjar secara tegas menjawab jika Gerakan Jateng di Rumah Saja pada 6-7 Februari 2021 ini bukan sinyal penerapan "lockdown". Melainkan sebagai upaya untuk menegakkan kembali disiplin protokol kesehatan yang menurun.

"Kita sedang belajar disiplin, bukan 'lockdown' karena faktanya kedisiplinan masyarakat sudah mulai menurun dan ini yang kita coba lakukan dengan cara lebih persuasif," ujarnya.

Baca Juga: Diduga Dipukul Pakai Tabung Gas 3 Kg, Sri Warga Banyuwangi Tewas Dalam Warung di Sanur Bali

Hal tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Ketua DPRD Provinsi Jateng Bambang Kusriyanto yang ingin ada sanksi bagi pelanggar Gerakan Jateng di Rumah Saja agar efektif.

"Bagi saya imbauan 48 jam di rumah saja tanpa ada sanksi bagi yang melanggar tidaklah efektif sebab kesadaran masyarakat untuk bersama-sama mencegah meluasnya penyebaran COVID-19 masih rendah," katanya seperti yang dikutip indobalinews.com dari Antaranews.com.

Baca Juga: Gelandang Serang Brasil Diego Assis Figueiredo Gabung Dengan Skuad Bali United

Menurut dia, jika masyarakat diminta berada di rumah selama dua hari itu sama dengan penerapan "lockdown" dan yang lebih berperan dalam pelaksanaannya adalah bupati/wali kota selaku pemangku wilayah.

Sebelumnya anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PAN, Lukmanul Hakim menilai bahwa penanganan Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) di Jakarta dan umumnya di Indonesia, memerlukan terobosan, salah satunya seperti karantina (lockdown) akhir pekan.

Baca Juga: GeNose Alat Screening Covid-19 Buatan UGM Yogyakarta Siap Digunakan di 2 Stasiun KA

"Mohon diperhatikan, peningkatan kasus positif baru di DKI. Gak akan selesai, kalau begini-begini saja. Harus ada terobosan," kata Lukmanul Hakim dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 4 Februari 2021.

Anggota Komisi A DPRD DKI yang akrab disapa bung Lukman ini, mengatakan karantina akhir pekan dibutuhkan. 

Jika nantinya karantina akhir pekan diberlakukan, Lukmanul Hakim meminta agar pengalaman saat PPKM Jawa Bali, yang di Jakarta berupa PSBB ketat, untuk dijadikan pengalaman agar disertai dengan penegakan hukum yang lebih tegas.

Baca Juga: Ramalan Jelang Imlek : Tahun Kerbau Logam Jiwa Petarung Presiden Jokowi Muncul

"Pokoknya harus tegas, selama Sabtu-Minggu, warga tidak boleh keluar rumah kecuali untuk urusan mendesak. Ini penting, karena akhir pekan ini memang periode yang paling tinggi mobilitas warganya," kata Lukmanul Hakim.

Kendati demikian, Lukmanul Hakim menyebut bahwa jika nantinya sudah ada karantina akhir pekan, kebijakan PPKM atau PSBB ketat di Jakarta harus diteruskan. Sehingga, keduanya bisa saling melengkapi dan mencapai sasaran yang diinginkan.

Baca Juga: Bawa Kabur Motor Bule Rusia di Bali, Ternyata Pelaku Sudah 19 Kali Beraksi

"PSBB harus tetap ada. Jadi di hari kerja masyarakat dibatasi dengan PSBB, Sabtu-Minggu tambah diperketat lagi dengan 'lockdown' akhir pekan," imbuh Lukman,

 

 

Sementara itu Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi mendukung usulan "lockdown weekend" seperti yang disampaikan anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay untuk menekan angka kasus COVID-19 yang meningkat setiap harinya.

Baca Juga: Kisah Viral Pasangan Dokter Sultan, Punya 25 ART Salah Satunya Khusus Beli Galon

"Saya mendukung. Namun dalam artian kita harus mengatur pergerakan masyarakat bukan mengatur dunia usaha," kata Irwandi.

Irwandi mengatakan masyarakat di masa PPKM memang kurang mengikuti aturan dan justru mobilitasnya semakin tinggi di malam hari. Padahal kegiatan usaha seperti restoran hingga tempat perbelanjaan sudah dibatasi hanya sampai pukul 20.00 WIB.***

Editor: Shira Ade

Sumber: Antaranews.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah