KSP: Saat Keuangan Negara Tertekan Covid-19, Tidak Bijak Membandingkan THR dengan Tahun 2019

- 5 Mei 2021, 16:01 WIB
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Panutan Sakti Sulendrakusuma.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Panutan Sakti Sulendrakusuma. /Dok. KSP

INDOBALINEWS –  Dengan melihat kondisi keuangan yang tengah mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19 maka sangatlah tidak bijak membandingkan Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2020 dengan THR tahun 2019 atau saat pandemi Covid-19 belum melanda Tanah Air.

Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Panutan S. Sulendrakusuma, menyatakan itu dalam keterangan tertulis dikutip IndoBaliNews, Rabu 5 Mei 2021.

Perbedaan THR tahun ini dengan setahun sebelumnya, penyebab utamanya kondisi keuangan negara yang memang tengah mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.

Baca Juga: Golkar Tak Gelar Konvensi, Menguat Desakan Kader Airlangga Maju Capres di 2024

“Sehingga tidak bijaksana jika kita membandingkannya dengan THR 2019. Kita semua tahu, tahun 2019 merupakan kondisi sebelum Covid-19,” tegas Panutan.

Tentunya, pemerintah memahami kebutuhan para ASN, sebagaimana kebutuhan masyarakat pada umumnya, apalagi mendekati Lebaran.

Hanya saja, untuk saat ini, itulah yang dapat diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan berbagai hal.

Baca Juga: Febri Diansyah: Yang Tidak Berwawasan Kebangsaan Itu Koruptor

Pada bagian lain, dipastikan, tidak ada perbedaan pendapat antar menteri, apalagi antara Presiden dengan Menteri Keuangan soal pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi ASN/PNS.

Semua mengacu regulasi yang sama, yaitu PP 63/2021 dan PMK 42/2021. Dengan demikian, tidak benar jika ada yang mengatakan terdapat perbedaan pendapat antara Presiden dengan Menkeu terkait THR ASN.

PMK 42/2021 merupakan juknis bagi PP 63/2021, penyusunannya mengacu pada PP 63, oleh karena itu isinya dijamin konsisten. Bahkan, kata Panutan, tidak ada perbedaan antara dua regulasi tersebut.

Baca Juga: Gagal Temui Dewan, GMNI Denpasar Kirim Video Pernyataan Sikap Hari Buruh

Kata Panutan, meski begitu, seperti regulasi lainnya, selalu ada diskusi antara pihak-pihak terkait sebelum diputuskan dalam sidang kabinet dan diformalkan dalam bentuk regulasi.
 
“Dalam proses diskusi tersebut, mungkin saja ada perbedaan ide. Itu hal yang sangat normal,” jelas dia.

PP 63 dan PMK 42 sebagai regulasi, tentu saja berlaku umum. Panutan menerangkan, semua ASN di berbagai K/L menerima THR dengan mengikuti ketentuan yang sama.

Baca Juga: Dua Pahlawannya Hiasi Desain Uang, Bali Mendeklarasikan Cinta Bangga dan Paham Rupiah

Semua ASN menerima THR yang tidak ada komponen tunjangan kinerja di dalamnya, sesuai dengan regulasi.

Soal alasan tidak dimasukkannya tunjangan kinerja ke dalam komponen THR 2021 (juga 2020), sebagaimana dijelaskan oleh Menkeu bahwa, pemerintah melihat petisi online THR ASN 2021 secara proporsional.

Pada satu sisi, hal itu merupakan bagian dari demokrasi, serta menjadi masukan bagi pemerintah. Pemerintah menghormati itu semua. Namun, sisi lain, pemerintah memang tidak bisa memuaskan keinginan semua orang, dalam hal ini ASN.

Baca Juga: Amnesty International Indonesia Sebut Tes Wawasan Kebangsaan Ingatkan Litsus Masa Orba

Sebelumnya, Menkeu secara jelas sudah menyampaikan alasan dan pertimbangan yang melandasi ketentuan tentang besaran THR bagi ASN. Namun masih banyak ASN yang bersyukur, bahwa dalam situasi sulit seperti sekarang ini tetap menerima THR.

"Tapi kalau tuntutannya adalah THR seperti tahun 2019 (sebelum Covid-19), itu kurang bijak dan kurang realistis,” Panutan mengakhiri. ***

Editor: R. Aulia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x