'Demokrasi Timur Berjaya': Jangan Lupakan Gagasan Membangun Bangsa yang Unggul

- 9 Desember 2021, 21:26 WIB
Diskusi Publik yang digelar Whats Viral tentang Demokrasi Timur Berjaya dalam tayangan Youtube  Rabu 8 Desember 2021.
Diskusi Publik yang digelar Whats Viral tentang Demokrasi Timur Berjaya dalam tayangan Youtube Rabu 8 Desember 2021. /Screenshot Youtube Whats Viral

 

INDOBALINEWS -  Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak dalam Diskusi Publik Demokrasi Timur Berjaya yang digelar oleh What's Viral, Rabu 8 Desember 2021 mengatakan bahwa jika kita bicara Demokrasi Timur itu bukan hanya berarti Indonesia tetapi juga lebih luas yaitu Demokrasi Asia.

"Eastern values dan western values seringkali dipertentangkan bahwa Barat kerapkali diidentikkan dengan liberal dan eastern identik dengan konservatif. Western identik dengan modernisasi yang meninggalkan akar-akar kultural dan Eastern dianggap melestarikan akar-akar kultural," ujar Emil Dardak dalam diskusi yang dipandu oleh jurnalis senior dan Dewan Redaksi Media Grup Abdul Kohar dan Hananinta Haznam, Jurnalis ini.

Baca Juga: Pemuda 22 Tahun Gantung Diri di Jembatan Tukad Bangkung

Emil melanjutkan juga bahwa semua hal terkait sopan santun pun dijunjung tinggi di negara tetangga Singapura sementara Barat dianggap lebih bebas. Jika kita melihat terminologi Timur bukan hanya sebagai Indonesia tetapi juga budaya Timur sebagai budaya Timur sebagai wilayah seluruh wilayah timur bukan hanya Indonesia saja.

"Sejumlahpakar mengatakan bukan demokrasinya yang salah tapi yang ditakutkan adalah pelaksanaan yang salah," imbuhnya.

Kalau kita bicara mengenai politik kita setelah terjadinya reformasi memang ada hal-hal yang dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari demokrasi itu sendiri. Ada aturan main yang ditempatkan untuk menjaga.

Baca Juga: Pencarian Hari Kelima Pascaerupsi Gunung Semeru, Tercatat Total 43 Korban Meninggal Dunia

Ada yang mengatakan bahwa absolute power tends to corrupt sehingga ada limit atau pembatasan masa jabatan. Tapi apakah pembatasan masa jabatan itu bisa menjamin pemerintah itu baik dan ini masih perdebatan. Atau apakah dulu cita-cita pendiri bangsa kita itu memang tentang membatasi masa jabatan dan itu juga masih diperdebatkan, jelas Emil lagi.

Kita tahu bahwa sistem yang kita anut hari ini bahkan sampai kepala desa saja itu pilihan langsung. Dan bagi Indonesia Demokrasi Timur itu bukan individual freefold dan bukan bukan kemudian demokrasi yang mengedepankan winner-takes-all alias yang menang merebut semua. Sebab demokrasi timur adalah karakter yang mengedepankan gotong-royong, mengedepankan kolaborasi dan kesopansantunan.

Baca Juga: RV Hotel By MaxOne Rejuvination di Gianyar, Paduan Herbal Traditional dan Hospitality Modern

"Kesimpulannya adalah terminologi Demokrasi Timur mari kita tarik sebagai value atau budaya timur. Artinya value sopan santun gotong royong tidak ada invidualisme dan bandingkan dengan hari ini dimana seseorang akan menjadi populer itu karena bagaimana dia perform di ranah publik melalui medsos," bebernya.

Tetapi bukan berarti itu negatif, karena medsos membuka betul ruang kontrol sosial terhadap kinerja pemerintah. Dan tantangannya adalah seberapa efektif kinerja tersebut untuk dikontrol apakah hanya memunculkan sensasi atau mendorong prestasi yang konkrit.

Inilah yang menjadi penting kita khawatir hari ini orang mencari yang instan. saat kita ditanya gagasan penting atau tidak jawabannya adalah kalau bung Karno tidak menggunakan gagasan bernegara bagaimana Indonesia bisa jadi satu saat itu.

Baca Juga: Hujan Mengguyur Bali Seharian, Balita Terjebak Banjir di Legian

Seluruh pejuang saat itu bergerak membangun gagasan yang akan membawa masyarakat bersama-sama lari ke arah yang benar-benar kita yakini bagus.

"Namun begitu, solusi konkrit tentang persoalan di masyarakay memang penting tetapi kita harus belajar untuk berlari bersama, tanpa gagasan tanpa ideologi itu sulit untuk tercapai. Dan sekarang kita khawatir terjebak dalam pragmatisme," ungkapnya.

Seorang pemimpin yang bisa mencari solusi membangun sebuah hal-hal yang konkrit itu penting tapi jangan lupa juga tentang gagasan membangun bangsa yang unggul bangsa yang kompeten. Dan kedua hal ini tidak bisa dipisahkan, sebab kita bisa membangun bangsa yang unggul tapi persoalan pragmatis juga harus ditangani.

Baca Juga: Tak Berniat Lecehkan Profesi Wartawan, Personel Paspampres Minta Maaf

"Keduanya harus ditangani beriringan jangan lupa pentingnya gagasan dalam membangun sebuah bangsa yang memang memiliki arah tujuan yang benar-benar visioner dan jelas."

Sementara itu Arya Fernandes, Peneliti dan Kepala departemen politik dan perubahan sosial, CSIS mengatakan bahwa jika berbicara Demorkrasi Timur, lebih tepatnya adalah demokrasi Indonesia.

"Sebab jika kita menyebut demokrasi Timur faktanya adalah dari temuan Freedom House 2020 bahwa sebagian besar negara-negara di Asia Afrika Timur tengah yang berada dalam kawasan Timur justru adalah negara-negara yang tidak demokratis," ujar Arya.

Baca Juga: Tips Jitu Bagi Start Up Pemula untuk Sukses dan Berkelanjutan

Ditambahkan Arya bahwa beberapa negara Asia yang demokratis diantaranya Korea Selatan India Jepang dan Indonesia. Dan saat ini memang terjadi penurunan yang tajam dan skor demokrasi terutama pada negara-negara di Eropa tengah seperti Hungaria dan Polandia.

Contohnya di Polandia partai berkuasa menggunakan retorika kebencian terutama pada kelompok LGBT dan ini digunakan untuk mendapatkan suara di pemilu. "Demokrasi Indonesia bisa menjadi model baru bagaimana cara kita melihat perkembangan demokrasi," jelasnya.

Baca Juga: Hadiri Rapimnas KADIN Indonesia, Presiden Jokowi Dorong Ekonomi Hijau

Pertanyaannya adalah mengapa memilih sistem demokrasi?

Sebab dengan demokrasi berarti adanya kesempatan untuk memilih dipilih, kompetisi politik, pemilu yang bebas dan adil kebebasan berserikat kebebasan berekspresi, tersedianya alternatif sumber informasi dan kebijakan publik yang mendasarkan pada preferensi publik.

Selain itu demokrasi berarti proses pengambilan kebijakan lebih terbuka dan adanya konsensus bersama. Juga ada mekanisme politik di parlemen untuk merumuskan kebijakan publik dan ada pemilu yang reguler dilakukan untuk memberikan insentif dan disinsentif bagi pertahanan. Serta tersedianya mekanisme untuk memitigasi terjadinya konflik sosial.

Selain Emil Dardak dan Arya juga hadir pembicara lainnya yaitu Nasril Jamil Anggota Komidi III DPR RI dari PKS, Professor Rhenald Kasali, Guru Besar UI yang dikenal sebagai pakar perubahan, Prof Hikmahanto Juwana, Pakar Hukum. ***

Editor: Shira Ade


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x